Renungan Minggu, 3 Maret 2019
Setiap tahun, gereja merayakan Minggu Transfigurasi sebelum Masa Prapaskah tiba. Minggu Transfigurasi menjadi jalan pembuka bagi Masa Prapaskah, yang dimulai pada hari Rabu Abu. Bagaikan sebuah kurva, Minggu Transfigurasi adalah kondisi Kristus di puncak kemuliaan, untuk kemudian menuju titik terendah di dalam kesengsaraan, dan kemudian ditinggikan di bukit Golgota dan mengalami kebangkitan saat Paskah.
Minggu Transfigurasi dicatat di dalam ketiga Injil Sinoptik. Dan ketiganya mencatat bagaimana Yesus melarang murid-murid-Nya menceritakan peristiwa itu. Matius dan Markus menambahkan ini masanya yaitu sebelum kebangkitan. Mengapa demikian? Kita dapat mengerti betapa berbahayanya jika murid-murid dan juga banyak orang hanya menerima kemuliaan Kristus, namun melepaskannya dari berita salib secara utuh.
Pada masa kini publikasi tentang kuasa Allah sangatlah menarik, dalam berbagai judul dan kemasan. Namun Injil Kristus tak boleh hanya dimaknai parsial atau malah sepenggal saja. Tidak ada kemuliaan tanpa ketaatan. Tidak ada kemuliaan tanpa salib. Tidak ada kebangkitan tanpa kematian.
Namun kita tahu Yesus tidak sedang mencari pengagum yang hanya mengikuti Dia saat Ia berada di puncak popularitas, lantas dapat meninggalkan Dia sewaktu-waktu, saat mereka tidak mendapatkan apa yang mereka mau. Ia mencari murid sejati, yaitu orang-orang yang bersedia mentaati dan mengikuti teladan-Nya. Itulah sebabnya murid-murid perlu mengenal siapa Dia sesungguhnya. Sama halnya dengan kita saat ini. Perasaan takjub akan kemuliaan-Nya, sepatutnya membawa setiap orang untuk tunduk di dalam ketaatan total kepada-Nya. (Dian Penuntun Edisi 27).
Tinggalkan Balasan