Renungan Minggu, 19 Juni 2016
Ada Banyak batasan yang dibuat oleh manusia dalam kehidupannya. Batasan wilayah, kultural, nilai-nilai, keyakinan, dan aturan-aturan hidup. Batasan itu pada awalnya memiliki maksud yang baik untuk menjaga, melindungi, dan memelihara agar kehidupan itu dapat berjalan pada sebuah koridor yang sudah ada. Akan tetapi, di dalam perjalanannya ada saja yang terjadi sehingga batasan itu berubah menjadi tembok yang sangat kuat yang memisahkan orang lain dari dirinya. Batasan berubah menjadi pengasingan atau pemisahan kehidupan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sebuah contoh sederhana tentang sebuah batasan misalnya diungkapkan dengan kata ‘najis’. Dengan satu suku kata ini maka ada banyak hal yang akan terjadi. Ketika kata ini dikenakan pada seseorang maka orang tersebut otomatis akan terpisah dengan orang lain yang tidak najis. Ketika itu dikenakan pada hewan atau makanan maka makanan atau hewan tersebut otomatis tidak boleh tersentuhkan. Apabila kata itu dikenakan pada sebuah bangsa maka bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang asing dan terasingkan dari kehidupan orang lain.
Pada saat manusia senang dan ramai-ramai membuat batasan dalam dunia, Tuhan Yesus melakukan tindakan yang sebaliknya. Ia menyeberangi dan melewati batasan itu. Ia menghampiri dan menyentuh batas yang dilarang. Ia berkarya di luar batas yang dibuat oleh manusia. Kisah tentang orang Geresa yang kerasukan setan dan pembacaan lainnya akan memperlihatkan dan menunjukan bagaimana Tuhan Yesus melewati batasan itu dan mengapa Ia melakukannya. (Dian Penuntun, Edisi 22).
Tinggalkan Balasan