Renungan Minggu, 10 Januari 2021
Konteks kemunculan Yohanes Pembaptis di padang gurun diwarnai dengan situasi masyarakat yang mulai kehilangan esensi utama dari kehidupan beragama. Alih-alih menghidupi spiritualitas yang sehat dan dinamis, umat Allah justru perlahan-lahan terjebak dalam rutinisme dan ritualisme keagamaan yang kosong. Itu sebabnya Yohanes Pembaptis kemudian muncul untuk menyerukan pertobatan di tengah-tengah umat. Pertobatan (Metanoia, Yun) yang dimaksud di sini tentu bukanlah sekadar pertobatan yang bersifat superfisial saja, melainkan pertobatan yang menuntut perubahan karakter yang kontinu. Baptisan Yesus yang sekaligus menjadi titik awal karya pelayanan-Nya di dunia semakin menegaskan sebuah pesan akan datangnya sebuah era baru, dimana nilai-nilai Kerajaan Allah telah mereformasi nilai-nilai kerajaan dunia yang telah usang.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Andar Ismail dalam buku “Selamat Membarui”, reformasi atau pembaruan itu tentu perlu pertama-tama dimulai dari diri kita masing-masing terlebih dulu. Mulai dari pembaruan fisik, karakter, membangun kedewasaan iman secara terus menerus. Kata “Reformasi” itu sendiri memiliki arti perubahan yang mendasar dan “radikal” (sampai ke akarnya). Apa yang dibarui? Tentu banyak hal: Sistem, peraturan, paradigma, ataupun hal-hal lain yang ada di lapisan kulit luar. Namun prinsip utama reformasi itu sendiri adalah adanya pembaruan dari keadaan kurang baik menuju keadaan yang baik, atau memperbaiki dan mengganti yang buruk melalui serangkaian proses perubahan yang konsisten dan terus menerus.
Mengenai perubahan tersebut, simbol “air”, sebagai elemen utama baptisan, juga mengingatkan kita pada apa yang pernah dikatakan oleh Herrakleitos, sang filsuf dari Efesus yang sohor itu. Ia mengatakan “Panta Rhei Ouden Menei”, yang bermakna “semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap.” Bukankah memang demikian seharusnya? Seseorang tidak akan pernah turun dua kali di Sungai yang sama. Walaupun lokasinya sama secara geografis, namun air sungai sejatinya selalu baru setiap saat, karena ia terus menerus mengalir. Pada Minggu Yesus dibaptis ini umat diajak untuk masuk lebih dalam pada makna baptisannya. Baptisan bukanlah sekadar ritual sekali seumur hidup, melalui sebuah panggilan yang dinamis untuk terus menerus hidup dalam pembaruan. (Dian Penuntun Edisi 31).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 18:1-2
- Mazmur 29:1-5 (A)
- KJ 35:1,3
- KJ 438:1-3
- PKJ 271:1-2
- KJ 356:1-2
Tinggalkan Balasan