Renungan Minggu, 21 Desember 2014 – Minggu Adven IV
Ketaatan seringkali disandingkan dengan hadiah atau hukuman. Seseorang bersedia taat, ketika kepadanya dijanjikan kenikmatan hidup, kesuksesan, atau berkat-berkat jasmaniah lainnya. Sebaliknya, ada orang yang begitu saleh dan tekun menjalankan aturan agama, semata-mata karena takut hukuman. Pasti bukan ketaatan model seperti ini yang Tuhan kehendaki. Apalah artinya ketaatan hanya karena takut hukuman atau menginginkan hadiah? Bukankah ini model ketaatan seorang anak kecil? Semakin beranjak dewasa, orang harus makin menuju sikap ketaatan yang lebih luhur dan matang: Ketaatan yang lahir dari pertimbangan yang matang; Ketaatan yang lahir sebagai buah pengenalan akan Pribadi yang Ia taati.
Di sepanjang sejarahnya, umat Israel memiliki persoalan dalam mengenal dan menaati Allah. Pada suatu saat mereka menaati Tuhan, tetapi lebih sering mereka meninggalkan Tuhan. Gambaran mereka tentang Allah seringkali keliru, sehingga sangat sulit mengharapkan sebuah ketaatan yang lahir dari kasih dan kesediaan berkorban.
Belajar dari Maria, kita dapat menemukan ketaatan yang lahir dari keyakinan dan kesediaan diri untuk dipakai oleh Tuhan, bagi karya keselamatan yang besar. Ketaatan Maria tidak hanya memberikan inspirasi bagi ketaatan-ketaatan yang lain, tetapi juga membuka jalan bagi kehadiran Allah yang dapat dimengerti, melalui kehadiran Kristus di dalam daging.
Ketaatan Maria terjadi di masa penantian yang panjang. Adven adalah masa penantian. Apa yang biasa dilakukan seseorang dalam masa penantian? Tergantung dari apa yang dinantikan. Apakah yang dinantikan itu sesuatu yang penting atau tidak. Jika yang dinantikan adalah sesuatu yang penting baginya, maka ia akan siap sedia dan berjaga-jaga. Sikap Maria dalam merespon berita malaikat menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang siap sedia dan berjaga-jaga. (Dian Penuntun – Masa Adven).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 94:1,2,4
- Seorang Anak T’lah Lahir
- KJ 405:1-3
- KJ 76:1,2
- KJ 362:1-3
- KJ 119:1,3,4
Tinggalkan Balasan