Renungan Minggu, 4 Februari 2024
Pandemi telah menghilangkan salah satu hal terdahsyat dalam hidup manusia, yakni sentuhan. Sentuhan dianggap menjadi sarana penularan penyakit. Karena itu jabat tangan hangat diganti dengan namaste; tepukan di pundak diganti dengan lambaian; dan pelukan diganti dengan doa online. Kini ketika pandemi telah berlalu, masih banyak orang yang enggan berjabat, menepuk, dan memeluk. Sentuhan fisik juga dikaitkan dengan persetujuan, sebab jika tidak, akan dipandang sebagai pelecehan. Sentuhan dipandang sebagai sumber bencana.
Di Minggu V setelah Epifan ini, umat diajak untuk merenungkan kembali dimensi sentuhan ilahi yang memulihkan, melegakan, membangkitkan, memberi kesembuhan dan bahkan menggerakkan orang untuk melayani dengan segenap hati. Allah hadir, menyingkapkan diri-Nya di tengah dunia untuk menyentuh dan membangkitakan. Dengan cinta dan sentuhan Allah, umat beroleh kekuatan baru seperti rajawali yang terbang di atas badai. Dengan kehadiran dan sentuhan Kristus, ibu mertua Petrus menjadi diaken pertama, yang melayani dengan tulus. Melalui perjumpaan iman dengan Kristus, Paulus tersentuh dan memberikan dirinya secara total bagi pekerjaan Injil.
Melalui khotbah hari ini, umat diajak untuk mengimani Allah tak berjarak dengan pengulatan hidup mereka. Sebaliknya, kuasa dan kedaulatan-Nya tak berujung pada pendekatan kekuasaan, dominasi dan manipulasi, melainkan kekeluargaan, solidaritas, dan persekutuan. Dengan itu umat dipanggil untuk mengimani, mengalami dan melanjutkan sentuhan kasih Allah bagi seluruh semesta, agar Injil Kerajaan Allah makin dirasa dan mengubah dunia. (Dian Penuntun Edisi 37).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 161:1,2,4
- PKJ 199:1-2
- PKJ 203:1-3
- Mazmur 147
- NKB 133:1-3
- PKJ 267(2x)
Tinggalkan Balasan