Renungan Minggu, 3 Juni 2018
Setiap orang beragama umumnya selalu ingin menjalani kehidupan keagamaannya dengan baik. Hal ini dipandang sebagai wujud ekspresi penghayatan iman yang kongkrit dari dirinya ketika menjadi orang percaya. Untuk mewujudkan penghayatan tersebut para penganut agama membuat dan mengembangkan pola, bentuk, atau aturan keagamaan yang berguna dalam menata kehidupan keagamaan mereka. Dengan demikian, hari demi hari mereka semakin mengalami pembentukan dan penguatan keyakinan iman.
Dengan pemahaman tersebut, maka apa yang dilakukan oleh orang-orang Farisi dalam memelihara hari Sabat dapat dikatakan sebagai bagian dari penghayatan ekspresi iman mereka pada Allah. Ekspresi iman ini berangkat dari keinginan mereka untuk hidup kudus dan benar dalam melakukan perintah Allah yang sudah dinyatakan kepada nenek moyang mereka. Allah sendiri yang menyampaikannya kepada mereka melalui Musa ketika berkata “Tetaplah ingat dan kuduskanlah hari Sabat” (Ulangan 5:12).
Karena itu menjalani sabat sebaik-baiknya, sesungguhnya adalah salah satu bentuk lain untuk menjalani kehidupan keagaman yang baik. Di sisi lain dengan mematuhinya maka diri umat terhindar dari ketidak kudusan hidup yang dipandang sebagai sebuah cela. Karena itu kita dapat memahami apa yang dilakukan oleh orang Farisi dalam mempertahankan dan mengembangkan aturan sabat adalah sesuatu yang lumrah dalam memenuhi ekspresi iman keagamaan mereka.
Apabila sikap orang-orang Farisi tersebut dapat dianggap wajar sebagai umat yang sedang berjuang untuk hidup dalam kekudusan, apakah itu berarti bahwa tindakan Yesus yang berkarya di hari sabat menjadi sebuah tindakan yang tidak dapat dibenarkan? Jika tindakan Yesus tidak dapat dibenarkan maka untuk apa Yesus melakukan ketidakbenaran itu? Tetapi jika tindakan Yesus dapat dibenarkan apakah Injil hanya ditulis semata untuk memburukkan orang farisi? Apabila memang bukan kedua-duanya maka makna apa yang bisa kita dapatkan dari cerita ini? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi pendorong untuk kita boleh perlahan-lahan menelusuri teks dengan bijaksana. (Dian Penuntun Edisi 26).
Tinggalkan Balasan