Renungan Minggu, 9 Juni 2019 – Pentakosta
Hari raya Pentakosta bagi Gereja merupakan hari raya yang memiliki tiga rangkap makna, yakni:
- Pengucapan syukur tahunan. Pemaknaan yang seperti ini merupakan kelanjutan dari hari raya Yahudi yakni pesta panen gandum di mana umat membawa buah/hasil panen sulung untuk dipersembahkan kepada Allah (Keluaran 34:22; Imamat 23:15-22; Bilangan 28:26-31; Ulangan 16:9-17).
- Hari pencurahan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:1-11)
- Hari lahir Gereja, sebab di hari Pentakosta. Gereja mula-mula di Yerusalem terbentuk. (Kisah Para Rasul 2:41-47)
Pada umumnya, penekanan peringatan Pentakosta lebih diarahkan pencurahan Roh Kudus, sementara umat meresponnya dengan menyampaikan persembahan syukur tahunannya kepada gereja. Seolah-olah kedua hal tersebut (pengucapan syukur tahunan atas hasil bumi yang didapat dan pencurahan Roh Kudus) merupakan dua hal yang terlepas satu sama lainnya. Dalam rancangan kotbah hari ini, umat akan belajar bahwa sesungguhnya ada keterkaitan antara pengucapan syukur tahunan yang umat bawa dengan karya Roh Kudus dalam kehidupan umat.
Di sisi lain, konteks kehidupan umat di Indonesia saat ini terus berhadapan dengan masalah kerusakan lingkungan hidup dan ketidakadilan ekologis. Korporasi besar yang memegang hak tertentu, bisa mengonversi hutan menjadi perkebunan (entah kelapa sawit atau lainnya). Di balik tindakan konversi tersebut ada perubahan ekosistem yang menimbulkan persoalan sosial, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi makhluk hidup lain yang ada di dalamnya.
Kota besar pun tak luput dari masalah, seperti: polusi, kemacetan, banjir, dan lain sebagainya. Di tengah-tengah kondisi yang seperti itu, umat hidup dan bergereja. Lalu apa kena mengena pengajaran Alkitab dalam konteks yang demikian? Peringatan dan pemaknaan akan Pentakosta ternyata relevan dan berkontribusi positif guna menjawab pergumulan hidup umat. (Dian Penuntun Edisi 27).
Tinggalkan Balasan