Renungan Minggu, 29 Agustus 2010
Jika kepada seseorang ditawarkan: mau mendapat kedudukan yang tinggi atau rendah, mungkin akan lebih banyak orang memilih kedudukan yang tinggi. Kedudukan yang tinggi biasanya tampak begitu menggiurkan dalam hal gengsi, fasilitas/layanan, maupun perolehan materi. Untuk meraih sebuah kedudukan tinggi, banyak orang bersedia mengorbankan tenaga, waktu, uang, atau bahkan ada juga yang sampai mengorbankan prinsip kepercayaannya.
Dalam situasi dunia yang cenderung memuja dan mengejar kedudukan tinggi, perintah untuk mengambil tempat terendah sekilas terkesan tidak menjawab kebutuhan. Tetapi, benarkah tidak menjawab kebutuhan? Sementara banyak orang sibuk mengejar harga diri, berita tentang kerendahan hati memang dapat terkesan tidak relevan lagi. Tetapi benarkah tidak relevan? Di tengah kemelut persaingan untuk menjadi yang terbaik, posisi terendah tidak lagi dihargai, tidak lagi dipedulikan, bahkan tidak lagi dilirik. Tetapi, apakah kemudian posisi terendah ini menjadi tak bermakna?
Amsal Salomo menekankan agar setiap orang tidak menganggap dirinya sendiri layak untuk memperoleh suatu posisi penting. Injil Lukas mengajarkan mengenai kerendahan hati yang diwujudkan dalam sikap merendahkan diri. Dan surat Ibrani memberitahukan nasehat-nasehat praktis bagaimana kerendahan hati itu dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Leksionari Alkitab:
- Amsal 25:6-7
- Mazmur 112
- Ibrani 13:1-8, 15-16
- Lukas 14:1,7-14
Nyanyian Jemaat:
- PKJ 170:1-3
- KJ 454:1,2
- KJ 144B:1,3
- PKJ 264:1,2
- KJ 287B:1-3
- KJ 424:1,3
Tinggalkan Balasan