Renungan Minggu, 25 Mei 2014 – Paskah VI
“Benarkah yang dia katakan, jangan-jangan dia sedang menipu saya agar saya menolong dia!?”. “Ach… jangan sering-sering membantu dia! Nanti keenakan hidupnya…!”. “Saya mau menolong dia, tapi sifatnya seperti itu, saya tidak suka…!”. Dan ada banyak alasan lagi yang membuat kita malas untuk berbuat baik kepada sesama.
Pada masa kini, hasrat kita untuk berbuat baik sudah semakin tawar. Penyalahgunaan kebaikan orang, tekanan hidup, dan karakter yang tidak menyenangkan dari orang-orang di sekeliling menjadi alasan bagi banyak orang untuk lebih selektif, berhati-hati, bahkan cenderung menutup hati untuk membantu sesama.
Sesungguhnya di dalam hati semua orang mempunyai potensi untuk bisa mengasihi dan berbuat baik kepada sesamanya. Firman Tuhan mengatakan bahwa manusia diciptakan Tuhan segambar denganNya (Kejadian 1:26). Tuhan Allah adalah Kasih (1 Yohanes 4:16b), berarti di dalam diri manusia yang diciptakan segambar denganNya mempunyai kasih. Kasih untuk peduli kepada sesama selain dirinya sendiri, kasih untuk membantu dan berbuat baik kepada sesama dan ciptaan Tuhan lainnya.
Alkitab memberitahukan bahwa dosa sudah merusak diri manusia, citra Allah. Dosa bukan saja terjadi karena perbuatan yang melanggar perintah Allah. Dosa telah merasuk dan mencemari seluruh eksistensi manusia. Eksistensi manusia yang berdosa melahirkan perbuatan-perbuatan dosa. Prasangka buruk, motivasi yang jahat, pikiran negatif, egois dan lainnya lahir dari hati manusia yang berdosa. Semua ini menjadi penghalang dan alasan manusia untuk rajin berbuat baik.
Jadi, bagaimana saya dapat leluasa berbuat baik? Dengan berlatih. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan merupakan suatu proses pembelajaran yang terus menerus dalam hidup manusia. Mari kita belajar untuk berpikiran positif dan memiliki hati nurani yang lurus, terus berlatih melakukan kebaikan hingga menjadi sebuah kebiasaan hidup yang berkenan di hati Tuhan.
Tinggalkan Balasan