Renungan Minggu, 5 November 2023
Apa yang membuat kita bisa mengagumi seseorang? Banyak sebab. Mungkin kekaguman itu muncul karena fisik, wajah cantik atau tampan, penampilan menarik yang selalu enak untuk dipandang. Mungkin juga kekaguman itu muncul karena prestasi yang diraih. Seorang atlet yang meraih emas pada kejuaraan dunia atau olimpiade menjadi dikenal dunia dan dikagumi banyak orang.
Bisa juga kekaguman itu muncul karena kekayaan yang dimiliki seseorang bernilai sangat fantastis. Atau kita menjadi kagum dengan seseorang karena perbuatan baik yang dilakukannya terhadap banyak orang dan membuatnya terkenal sebab apa yang dilakukannya bagi sesama menjadi viral dalam dunia media sosial.
Banyak hal yang bisa membuat seseorang kagum terhadap orang lain. Kekaguman itu biasanya disertai dengan bayangan kesempurnaan sifat dan karakter pada diri orang itu. Kita menjadi ‘kepo’ atau ingin tahu apa saja yang dilakukan orang itu dan bagaimana keseharian hidupnya. Kita berusaha mencari tahu dari berbagai media sosial dan menjadi salah seorang followers nya.
Namun, bagaimana jika ternyata setelah mengenal orang itu lebih dalam, mengetahui kebiasaan dan karakternya, ternyata tidak seperti yang kita bayangkan? Seseorang yang selama ini dikagumi karena kebaikan yang sudah dilakukannya bagi orang lain, ternyata melakukan KDRT terhadap keluarganya, atau ia tersangkut kasus korupsi, atau hal negatif lain yang membuat nama baiknya tercoreng. Maka, akan lenyaplah kekaguman dalam diri kita terhadap orang itu. Bahkan mungkin ada penyesalan karena selama ini kita telah menjadikannya teladan dalam segala hal yang dilakukan.
Demikian juga halnya jika itu ternyata kita temui di antara para pemimpin, orang-orang yang dipercaya untuk menjadi pemimpin umat. Baik dalam pemerintahan ataupun juga dalam peribadahan. Betapa kecewanya kita, saat menemukan pemimpin yang kita kagumi, yang selama ini kita jadikan teladan dan dijunjung tinggi ternyata memiliki karakter yang mengecewakan, bahkan amat bertolak belakang dari yang dibayangkan. Tidak ada integritas dalam dirinya membuat kekaguman berubah menjadi kekecewaan. Bahkan membuat kita tidak lagi percaya kepadanya.
Ternyata, memiliki integritas adalah hal sangat penting dalam kehidupan seseorang. Kesatuan yang utuh antara kata dan perbuatan dapat menumbuhkan kepercayaan yang besar dalam diri seseorang terhadap orang lain. Tak jarang orang-orang yang berintegritas menjadi teladan bagi orang-orang di sekitanya.
Yesus selalu menunjukan kesatuan antara kata dan perbuatan-Nya. Kasih Bapa yang diajarkan-Nya bukan hanya sekedar manis di mulut. Namun, Ia mewujudkan-Nya dalam tindakan terhadap mereka yang disingkirkan. Saat Ia mengajar tentang pengampunan, Ia memberikan pengampunan terhadap mereka yang menganiaya-Nya. Pengajaran-Nya sejalan dengan tindakan-Nya. Utuh dan menyatu.
Sangat berbeda dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang selalu menunjukkan kesalehannya, namun hanya dalam ritual ibadah semata untuk mendapatkan pujian manusia. Mereka mengajarkan tentang berbagai hukum Taurat, namun mereka sendiri tidak melakukannya. Mereka tidak dapat menunjukkan keteladanan yang utuh dan menyatu antara kata dan perbuatan.
Pemberitaan Firman Tuhan minggu ini, mengajak umat untuk meneladani apa yang Yesus ajarkan. Menjadi pribadi yang memiliki integritas dan tidak terjebak pada kehidupan yang penuh kemunafikan atau kesalehan semu. (Dian Penuntun Edisi 36).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- PKJ 16:1-2
- PKJ 40:1-2
- PKJ 280:1&3
- Mazmur 43
- PKJ 264:1-2
- NKB 154:1-2
Tinggalkan Balasan