Renungan Minggu, 29 Oktober 2016
Pertobatan tidak hanya terjadi dalam hati atau secara rohani, namun mesti terwujud secara nyata dalam seluruh hidup: perkataan, perbuatan, sikap dan relasi dengan sesama. Secara khusus perikop-perikop hari ini menggambarkan terjadinya ketidakadilan sosial dalam masyarakat, baik pada zaman Yesaya maupun zaman Yesus. Dalam situasi seperti ini pertobatan yang nyata berarti mewujudkan keadilan sosial, yang diawali dari diri sendiri (bukan hanya mengkritik dan menyuruh orang lain untuk melakukannya).
Dalam bacaan Lukas 19:1-10 ini menceritakan penerimaan Yesus atas Zakheus apa adanya mengerakkan hati Zakheus untuk melakukan pembaharuan hidup yang drastis. Zakheus SEGERA turun dari pohon dan menerima Yesus di rumahnya dengan penuh sukacita. Zakheus berjanji tidak akan memeras lagi. Jika ia sampai memeras, akan dikembalikannya empat kali lipat. Ini berarti Zakheus bertindak melampaui hukum atau peraturan di dalam keagamaan Yahudi. Zakheus seorang kaya melepaskan diri dari harta miliknya, dan menjadi warga Kerajaan Allah. Perubahan hidup Zakheus disebut Yesus sebagai keselamatan dan pemulihan sebagai anak (keturunan) Abraham. Jadi keselamatan pada perikop ini bukanlah hal batiniah (dalam hati) belaka, melainkan tindakan kongkret perubahan hidup yang menyeluruh. Orang-orang yang seperti Zakheus inilah yang dicari dan diselamatkan Yesus.
Yesus berkata, “Anak Manusia datang untuk mencari dan menolong mereka yang hilang.” Hilang berarti berada di tempat yang keliru atau tidak berada pada tempat yang semestinya; jadi harus dikembalikan. Hilang juga berarti jauh dari Allah; sedangkan ditemukan berarti menempati kembali tempatnya yang semula sebagai anak yang taat dalam rumah dan keluarga Bapanya. (Dian Penuntun, Edisi 22).
Tinggalkan Balasan