Renungan Minggu, 3 November 2013
Zakheus adalah seorang pemungut cukai, bahkan kepala dari pemungut cukai di daerah Yerikho. Dan amatlah umum pada masa itu, bahwa seorang pemungut pajak, biasanya menarik pajak lebih dari pada yang ditetapkan oleh pemerintah Roma. Dengan kebiasaan seperti itu, maka seorang pemungut pajak menjadi sangat dibenci rakyat. Apalagi Zakheus seorang Yahudi, maka dia dianggap seorang yang berkhianat terhadap bangsanya sendiri, karena dia bekerja pada pemerintah Roma, bangsa penjajah.
Zakheus, dengan pekerjaannya sebagai pemungut pajak, adalah seseorang yang mengambil hak orang lain yang bukan menjadi haknya, dalam hal ini adalah uang milik masyarakat. Dengan cara seperti inilah Zakheus menjadi kaya. Namun kekayaannya tidak membuatnya bahagia, ada kekosongan di dalam hatinya. Hal ini Nampak dalam kerinduannya untuk melihat Yesus yang melintasi kota Yerikho.
Dapat dipastikan bahwa ia sudah mendengar cerita tentang Yesus, yang mampu melakukan berbagai tanda dan mujizat. Yesus pernah memberi makan 5000 orang laki-laki dengan 5 roti dan 2 ikan, Yesus pernah menyembuhkan orang lumpuh, orang tuli, orang bisu, orang buta bahkan membangkitkan orang mati. Disamping itu mungkin ia telah mendengar bahwa Yesus mengasihi orang-orang miskin, para janda dan anak Yatim, bahkan orang-orang berdosapun Yesus mau mengampuninya. Hal-hal itulah yang semakin mendorong dirinya untuk melihat siapa Yesus itu.
Namun karena ada begitu banyak orang dan juga keterbatasan karena badannya pendek, maka ia tidak dapat melihat Yesus. Sekalipun demikian Zakheus tidak menyerah ia berusaha untuk melihat Yesus dengan memanjat pohon ara. Akhirnya bukan saja ia dapat melihat Yesus tetapi juga mengalami perjumpaan dengan Yesus. Perjumpaan itulah yang menjadi titik balik kehidupannya, yang juga mengakibatkan Zakheus berkata, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.”
Ada banyak orang yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus, namun hidupnya tidak mengalami perubahan apa-apa, kebiasaan hidup lama masih saja dilakukan: kejahatan, kecurangan, korupsi, manipulasi dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena mereka belum mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Kristus. Bagaimana dengan Saudara, sudahkah kita mengalami perjumpaan secara pribadi denganNya? Kiranya Tuhan menolong kita.
Tinggalkan Balasan