Renungan Minggu, 2 September 2012
Dalam pembacaan Injil hari ini menggambarkan tatanan masyarakat agamis yang hidup dalam aturan keagamaan yang sangat ketat: soal cuci tangan sebelum makan pun menjadi sebuah keharusan yang tidak boleh dilanggar. Bahkan, masih banyak warisan lain menjadi peraturan yang harus dipegang dan dijalankan (ayat 4). Secara umum, konsep masyarakat pada waktu itu adalah bahwa hidup menyembah Tuhan identik dengan menjalankan aturan religion semata: Meskipun secara hati nurani mereka tidak memiliki relation dengan Tuhan (ayat 6,7).
Tidak heran, jika orang Farisi dan ahli Taurat menegur Yesus “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang, tetapi makan dengan tangan najis?” (ayat 5) Pada perikop ini Yesus membongkar praktik keagamaan orang Farisi dan ahli Taurat yang sudah mengakar di tengah masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa selama ini mereka sudah menjalankan kehidupan keagamaan sebagai “penyembah sejati”, dengan memegang adat istiadat nenek moyang mereka (ayat 8). Yesus menegur mereka dengan keras, karena dengan lihainya mereka menolak perintah Allah dengan cara menggantinya dengan adat istiadat manusia (ayat 9).
Orang Farisi dan Ahli Taurat bisa menutupi hati mereka dari masyarakat dengan memanipulasi aturan-aturan agama, sehingga seolah-olah mereka sedang melakukan kehidupan sebagai “penyembah sejati”, padahal hati mereka dipenuhi kejahatan dan kenajisan. Tuhan tidak dapat dikelabui, sebab hati menusia terbuka di hadapan Tuhan. Kiranya Tuhan menolong kita agar kita benar-benar menjadi penyembah yang sejati.
Tinggalkan Balasan