Renungan Minggu, 17 Februari 2013 – Pra Paskah I
Hari Minggu ini kita akan memasuki The first Sunday of Lent (Minggu Pra-Paskah 1), sebuah istilah yang dulunya bermula dari kata asli quadragesima (Latin), yang berarti ke-40, merujuk pada 40 hari sebelum Paskah (dihitung sejak Rabu Abu sampai dengan kamis Putih). Kata “Lent” semula artinya ‘musim semi’ (seperti dalam bahasa Jerman: lenz dan bahasa Belanda: lente), yang berarti panjang.
Empat puluh hari Pra-Paskah yang akan kita jalani sering diidentikkan juga sebagai Masa Puasa. Masa puasa empat puluh hari ini sendiri merujuk pada puasa yang pernah dilakukan oleh Musa (Keluaran 24:18), Elia (1 Raja-Raja 19:8), dan Yesus sendiri (bacaan hari ini: Lukas 4:1-13).
Melalui perenungan di minggu Pra-Paskah I ini kita akan bersama-sama mengawali sebuah perjalanan panjang menuju hari peringatan peristiwa sacral yang menjadi intisari seorang Kristiani, yaitu peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus. Sebuah perjalanan yang kalau kita jalani dengan kesediaan berefleksi mendalam, akan menciptakan ungkapan syukur yang tak terbatas, terutama atas anugerah keselamatan yang Kristus sediakan buat kita lewat kematian dan juga kebangkitanNya.
Melalui pembacaan Alkitab kita pada hari ini, kita diajak untuk menyatakan pengakuan iman kita kepada Allah. Pengakuan iman yang bukan hanya dengan mulut (Roma 10:9), tetapi juga dalam kehidupan dan perbuatan. Salah satunya, bagaimana iman itu diaplikasikan dalam situasi-situasi yang tidak ideal seperti yang dihadapi Yesus (Lukas 4:1-13). Bukankah salah satu ujian terberat untuk bertahan tetap beriman adalah di saat-saat iblis sedang menggoda kita? Mari kita senantiasa memegang teguh pengakuan iman kita sehingga mendatangkan syukur yang melimpah dalam hidup kita.
Tinggalkan Balasan