Renungan Minggu, 15 Maret 2015 – Prapaskah IV
Tidak sedikit orang yang tidak biasa, bahkan tidak bisa, merayakan hidup. Mengapa? Alasannya, karena mereka hidup dalam realitas yang pahit. Sebagian orang tidak memiliki keterampilan untuk mengisi lapangan kerja, sehingga hidup dalam kekurangan. Sebagian lagi mengalami cacat fisik atau menyandang penyakit. Sebagian lainnya tidak memiliki akses untuk studi, sekalipun memiliki kemampuan intelektual yang memadai. Kita dapat memahami kondisi yang demikian ini. Meski demikian, hal merayakan hidup sebenarnya tak tergantung pada kondisi tertentu.
Banyak orang sebenarnya hidup mapan, tapi banyak juga yang tidak tahu dan tidak mau merayakan hidup. Mengapa? Pepatah mengatakan, rumput tetangga terlihat lebih hijau. Pada umumnya, orang sulit merayakan hidup karena membandingkan diri dengan orang lain. Ada yang memandang rendah dirinya, dan berkata, “Aku jelek, bodoh, miskin, tak bisa bergaul”. Ada juga yang menilai dirinya gagal lantaran melihat kesuksesan rekan sejawat. Ada pula yang memposisikan diri sebagai korban kecurangan pihak lain.
Namun, sebagain orang sanggup merayakan hidup. Mereka tak pernah mengeluh, tetap bersemangat, siap bekerja keras, bersukacita, dan dapat menyatakan syukur serta berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Sebagai orang beriman, kehidupan kita tidak boleh hanya dijalani apa adanya. Sepatutnya, hidup dijalani dengan bermakna karena kita telah beroleh makna hidup dari Tuhan. Allah telah menyatakan kasihNya kepada kita dengan kematian Kristus di kayu salib bagi kita. Makna hidup itulah yang memungkinkan orang merayakan hidup dalam setiap momen yang dilewatinya, baik dalam suka maupun duka. Mari kita merayakan hidup kita dalam anugerah keselamatan-Nya.
Tinggalkan Balasan