Renungan Minggu, 15 Juli 2018
Allah tidak saja menginginkan kita melakukan kehendak-Nya dan hidup dalam kebenaran, melainkan juga mampu menyatakan kebenaran. Ada beberapa hal yang menghambat kita menyuarakan kebenaran. Pertama faktor budaya. Dalam masyarakat kita berkembang budaya risih atau perasaan “tidak enak” untuk menyampaikan kebenaran. Hal ini terjadi oleh karena kita menguatirkan bahwa hubungan yang harmonis akan terganggu lantaran menyampaikan kebenaran atau teguran. Oleh karenanya banyak orang berpendapat, “Ya, sudahlah biarkan saja nanti seiring berjalanannya waktu, masalahnya akan selesai dengan sendirinya.”
Kedua, kekuatiran atau ketakutan kita terhadap resiko dan ancaman ketika mencoba menyuarakan kebenaran. Banyak orang memilih bungkam oleh karena merasa diri minoritas atau kurangnya power dan tidak berdaya dalam menghadapi pelbagai tindakan kejahatan. Ketiga, selain takut ancaman ketika menyuarakan kebenaran, ada orang-orang tertentu melihat keuntungan di balik tindakan-tindakan kejahatan oleh karena itu mereka memilih untuk membungkam hati nurani dan ikut bersama-sama mereka.
Menyuarakan kebenaran membutuhkan pengenalan dan pengertian tentang visi yang dikehendaki Allah bagi kita dalam konteks kita. Pengenalan yang baik, tentang Allah akan menumbuhkan kecintaan, baik terhadap Allah maupun sesama. Kecintaan itulah yang kemudian dapat menumbuhkan keberanian untuk kita menyuarakan kebenaran. Cinta dapat menyingkirkan hambatan-hambatan yang selama ini menghalangi kita untuk menyatakan kebenaran.
Amos menegur dan menyatakan kebenaran terhadap Israel dan Yohanes menegur Herodes Antipas bukanlah disebabkan karena mereka membenci umat Israel atau Herodes, melainkan mereka tidak ingin melihat penghukuman Allah terjadi terhadap orang-orang itu. Begitulah cara mencintai mereka terhadap sesamanya. (Dian Penuntun Edisi 26).
Tinggalkan Balasan