Renungan Minggu, 31 Agustus 2014 – Bulan Musik GKI Harapan Indah
Konon pernah dituturkan kisah tentang Polikarpus, Bapak Gereja dan Uskup di Smirna, yang sedang diadili di tengah stadion. Ia dianggap pengkhianat dan penghasut, karena tidak mau menyembah kaisar sebagai Tuhan. Di tengah ancaman penyiksaan, Polikarpus diminta untuk menyembah kaisar, Polikarpus tetap menolak. Ia berkata: “Delapan puluh enam tahun aku mengabdi kepadaNya, dan dalam sesuatu apa pun Ia tak berbuat salah kepadaku, bagaimana mungkin aku mengumpat Rajaku yang menyelamatkan aku?” Alhasil, Polikarpus pun dihukum mati. Namun, kematiannya justru menarik simpati banyak orang untuk mengenal Tuhan yang disembahnya.
Cerita di atas menunjukkan bahwa jalan terjal kerap dijumpai oleh pengikut Yesus yang setia. Hal ini telah dikatakan oleh Yesus sendiri. Kata Yesus: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut aku” (Matius 16:24). Ada proses yang harus dilalui seseorang yang mau mengikut Yesus. Hal itu terkadang tidak mudah, seperti yang dialami Polikarpus dan para martir yang lain.
Tentu, di jaman sekarang kemartiran tidak selalu harus dipahami seperti itu. Kemartiran tidak hanya berani mati. Kemartiran adalah sikap kesetiaan yang berani menanggung resiko, yang terberat sekalipun. Di jaman ini, godaan untuk tidak setia makin besar. Sikap kemartiran amat diperlukan, dengan sebuah keyakinan bahwa penyertaan Tuhan akan senantiasa dirasakan. (Dian Penuntun edisi 18, halaman 113 – 114).
Tinggalkan Balasan