Renungan Minggu, 10 September 2017
Banyak orang memilih diam terhadap kejahatan, meski mungkin tidak menyetujuinya. Pilihan untuk diam mungkin terjadi karena takut dan tidak mau repot, apalagi mengambil resiko akan mempunyai musuh dan mendapatkan tekanan.
Kita membutuhkan orang-orang yang peka terhadap dosa dan kejahatan. Bukan hanya menegur, tetapi juga memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran, meski jalan itu tidak mudah dan beresiko. Dengan cara inilah kita dapat menyelamatkan bangsa kita. Ada pernyataan terkenal yang diucapkan oleh seorang tokoh di negri ini: “Indonesia tidak kekurangan orang baik”. Persoalannya, banyak orang baik saja, ternyata tidak cukup. Kita juga harus menolak kejahatan termasuk menegur dan kalau perlu bertindak atas para pelaku kejahatan.
Di dalam hidup jemaat juga demikian. Kita membutuhkan orang-orang yang bersedia repot. Bahkan menanggung resiko saat menegur saudaranya yang berdosa, untuk membimbingnya kembali dalam kebenaran. Pemahaman tentang anugerah Allah tidak boleh membuat kita menutup mata atau melakukan pembiaran terhadap orang yang melakukan kesalahan. Kita tidak dapat melepas tanggungjawab dengan mengatakan: “Itu ‘kan urusannya dengan Tuhan!” Atau, “Biar Tuhan yang menegur dia.” Jika Tuhan menghendaki kita melakukan tugas itu, masakan kita akan melempar tanggungjawab itu kembali kepada Tuhan?
Pemberitaan tentang anugerah Allah yang mengampuni harus seimbang dengan teguran untuk bertobat. Anugerah pengampunan akan menjadi efektif saat orang yang bersalah menyadari kesalahannya dan bersedia bertobat. Inilah yang membuat pengampunan itu betul-betul bermakna. (Dian Penuntun Edisi 24).
Tinggalkan Balasan