Renungan Minggu, 1 September 2013
Semakin hari semakin banyak persoalan yang terjadi karena kurangnya kerendahan hati dan keramahtamahan seseorang terhadap orang lain. Orang makin egosentris dengan menjadikan dirinya pusat segala sesuatu, yang harus dituruti keinginannya dan dipenuhi kebutuhannya. Orang juga makin tidak ramah terhadap sesama, dengan tidak mempedulikan hak dan kepentingan orang lain, main tabrak dan labrak demi kepentingannya, dan agar haknya terpenuhi secara mudah dan segera. Apalagi bila berjumpa dengan orang yang berbeda, atau tidak sekomunitas dengan dirinya: hampir-hampir tidak ada lagi keramahtamahan yang muncul dalam relasi yang terjadi. Orang juga cenderung berelasi dengan orang lain secara mekanis, karena membutuhkan fungsi atau peranan dari orang lain tersebut. Oleh sebab itu, tokoh seperti Gubernur DKI, Joko Widodo, menjadi cepat popular karena masyarakat merindukan orang yang rendah hati dan ramah terhadap orang lain.
Rendah hati tidak sama dengan rendah diri atau minder. Rendah diri berarti tidak bisa menerima kekurangan diri, dan merasa malu dengan kelemahannya. Rendah hati adalah lawan dari tinggi hati: sikap yang sadar akan kelebihan dirinya, bangga dengan apa yang telah dicapai dan dimilikinya, lalu memandang rendah dan meremehkan orang lain. Ayub Yahya membahasakannya demikian: “Rendah hati adalah sikap yang menyadari kekurangan tanpa menjadi rendah diri dan mengakui kelebihan tanpa menjadi sombong; dia tidak akan ‘kecil hati’ di antara orang besar, tetapi tidak menjadi ‘besar kepala’ di antara orang kecil.” Sementara keramahtamahan atau hospitalitas secara harfiah berarti kesediaan menerima dan menyambut tamu dalam rumah kita. Dalam pengertian yang lebih luas, keramahtamahan merupakan sebuah keterbukaan dan kesediaan seseorang untuk menerima dan menyambut kehadiran sesama, termasuk mereka yang berbeda (agama, suku, ras, golongan, status sosial, pendidikan)
Tema hari ini mau mengingatkan bahwa kerendahan hati dan keramahtamahan (hospitalitas) merupakan dua karakter yang semestinya ada dalam hidup pengikut Kristus. Bila kerendahan hati dan keramahtamahan itu sungguh diterapkan, maka ada kebaikan yang dialami dalam hidup bersama di tengah komunitas. (Dian Penuntun Edisi 16, hal 169-170)
Tinggalkan Balasan