Renungan Minggu, 29 September 2013
Sejak ditemukannya uang sebagai alat tukar barang, uang semakin penting keberadaannya. Bukan tak mungkin ada orang yang begitu bergantung hidupnya, entah disadari atau tidak, pada saat ada atau tiadanya uang. Kalaupun tidak bergantung, hidupnya dikendalikan oleh kuasa uang. Berbagai kasus korupsi yang marak diberitakan di media massa tanah air, menjadi salah satu cermin bagaimana kuasa dan daya pikat uang telah membelenggu sejumlah orang.
Belum lagi, kemudahan transaksi yang dimunculkan dunia ekonomi saat ini, misalnya melalui penerbitan dan penawaran kartu kredit, di mana kita tidak lagi perlu repot-repot membawa uang atau punya uang dulu, sebab (pembelian) bisa dicicil melalui hutang, membuat godaan untuk berbelanja semakin kuat. Akibatnya, orang tidak lagi bijak menggunakan uang, namun (justru) tergoda menjadi tamak karenanya.
Persoalan lain yang terkait dengan uang atau kekayaan adalah bahwa daya pikat untuk memilki suatu barang yang diupayakan oleh marketing lewat iklan, bisa menggoda manusia untuk menambah barang miliknya. Ada godaan ketidakpuasan di sana. Misalnya saja, lewat iklan rumah atau apartemen baru, gadget keluaran terkini, dan sebagainya.
Pada masa kini, salah satu jenis investasi yang lagi marak didengungkan adalah investasi emas di pasar Amerika. Seminar atau pelatihan untuk itu kerap diupayakan. Begitu pula soal property yang merupakan jenis investasi yang menggiurkan. Model-model investasi yang seperti ini memang menjadi daya tarik tersendiri di tengah tak menjanjikannya jenis-jenis investasi konvensional, seperti tabungan dan deposito. Padahal, manusia memiliki kebutuhan akan rasa nyaman dan kepastian di masa depan.
Hal-hal yang dipaparkan di atas, sedikit banyak bersama hal-hal lainnya, telah memperkuat spiritualitas yang egois dan egosentris (spiritualitas tamak): Apa-apa yang dilakukan dengan uang kerap ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, atau setidaknya untuk kepentingan keluarganya sendiri. Padahal, model spiritualitas yang Yesus ajarkan dan teladankan adalah pengosongan diri, yang memberi tempat besar bagi kepentingan orang lain tanpa perlu mengabaikan kepentingan diri sendiri.
Melalui tema khotbah pada hari Minggu ini, umat hendak diingatkan untuk bersikap bijak, bukan tamak, terhadap uang. Dengan demikian, dalam diri umat senantiasa terdapat ruang untuk berbagi dengan sesama dan pada saat yang sama mengikis rasa egois dan egosentris yang berlebihan. (Dian Penuntun edisi 16, hal 209-210).
Tinggalkan Balasan