Renungan Minggu, 27 Mei 2018 – Trinitas
Di dalam kalender liturgi gereja, hari Minggu pertama setelah Pentakosta dirayakan sebagai Minggu Trinitas. Minggu Trinitas adalah momen yang sangat baik untuk menegaskan kembali dasar iman Kristen pada Allah Trinitas. Doktrin Trinitas sesungguhnya merupakan ‘tata bahasa iman’ (grammar of faith) Kristen, yang di dalamnya dan melaluinya seluruh doktrin lain dapat dipahami secara utuh. Ia juga adalah ‘lensa iman’.
Dengan memakai lensa ini, melaluinya seluruh dimensi kehidupan dapat dipandang dan dimengerti dengan lebih jernih. Ditambah lagi sejak disahkannya konfesi GKI 2014 kita menjadi sering mendengar tentang teologi Trinitas, tentu ini adalah hal yang sangat baik bagi gereja. Mengapa? Sebab Teologi Trinitas mendorong penyembahan dan spiritualitas yang benar, pembangunan kebudayaan dan preservasi ciptaan. Wawasan dunia Kristen seharusnya adalah wawasan dunia Trinitas.
Implikasi-implikasi teologi Trinitas bagi pembangunan gereja, kehidupan bangsa serta pelestarian alam semesta sangatlah besar. Sayangnya banyak teolog dari tradisi Reformasi yang beranggapan bahwa jantung tradisi Reformasi terletak pada “pembenaran oleh iman” (Lutheran), dan “predestinasi” atau “pemilihan” (Calvinis). Luther dan Calvin setuju bahwa pembenaran oleh iman pada hakikatnya hendak mengembalikan kepada cita-cita asli Allah pada penciptaan. Allah sendiri penggagas ide cerita, penulis scenario, sutradara, sekaligus menjadi aktor utama pertunjukan-Nya. Drama itu dimaikan oleh tiga pribadi yakni Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Bahasa Trinitarian sungguh menjadi inti iman Kristen, yaitu bahwa di dalam persekutuan ilahi Bapa, Anak dan Roh Kudus kita dapat berpartisipasi dan mengalami kehidupan sejati. Pada Minggu Trinitas ini kita diajak untuk melebur dalam keyakinan iman yang Trinitas dan mewujudnyatakan persekutuan kasih Allah tersebut di tengah konteks hidup kita masing-masing. (Communio in communitas). (Dian Penuntun Edisi 26).
Tinggalkan Balasan