Renungan Minggu, 20 November 2011
Yesus, Tuhan, Kepala Gereja, sudah melakukan apa saja yang bisa dilakukanNya agar gerejaNya sejahtera, dan kemudian berfungsi penuh sebagai tubuh Kristus. Pada satu sisi mereka mengakui bahwa mereka ada karena ’kasih karuniaNya’, tetapi pada sisi yang lain menjadi tubuh Kristus yang menyatakan kemuliaan Tuhan.
Sikap kegembalaan Tuhan Yesus Kristus selaku Raja Sorgawi terhadap jemaatNya, yang konsekuen dan konsisten, itu adalah bentuk kongkret perwujudnyataan kesetiaan Tuhan kepada perjanjian yang sudah diikatNya dengan umatNya. Sikap kegembalaan yang sampai pada ungkapan dalam bahasa Jawa ’tega larane ora tega pathine’ – tega melihat orang (yang dikasihi) sakit (karena dihukum, mis.), tetapi tidak tega pada kematiannya. Demi kebaikan umat, Tuhan juga bersikap tegas terhadap mereka kalau mereka berlaku tidak benar.
Sikap kegembalaan Sang Raja, yang adalah Tuhan Yesus sendiri, seharusnya dilaksanakan secara manusiawi oleh para pemimpin umat terhadap umat dangan tulus, tetapi umat sendiri juga harus mengambil sikap saling menggembalakan. Sikap menggembalakan umat, dan sikap untuk saling menggembalakan dengan tulus tanpa pamrih tanpa pandang bulu, harus terjadi karena Sang Gembala Agung sudah bersikap begitu terhadap umat sendiri, bukan karena alasan yang lain. (Dian penuntun, ed.12).
Tinggalkan Balasan