Renungan Minggu, 13 September 2015
Tidak sedikit masalah yang terjadi dalam keluarga, gereja maupun masyarakat berawal dari perkataan yang kurang bijak atau tidak terkendali. Suami-istri bisa terlibat konflik berkepanjangan, karena lidah yang tak terkendali menghasilkan perkataan kasar yang menyakitkan; tidak sedikit aktivis di gereja mengundurkan diri karena sura-suara miring, yang keluar dari bibir yang sama yang kerapkali mengeluarkan puji-pujian kepada Allah; hubungan kerja bisa berantakan hanya karena mulut yang tak dikekang dengan bijak.
Tentu kita masih ingat bagaimana hubungan kerja antara Gus Dur sebagai presiden beberapa tahun lalu dengan DPR menjadi berantakan, hanya karena Gus Dur mengatakan bahwa anggota DPR seperti anak-anak TK. Kasus yang agak mirip terjadi dalam hubungan antara Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan anggota DPRD DKI Jakarta, masing-masing dituduh kurang menjaga mulut dalam berbicara. Betapa besarnya masalah yang ditimbulkan oleh lidah dan mulut yang tak terkendali, sehingga bisa menghancurkan sebuah hubungan dan indahnya relasi dalam kehidupan. Namun, di sisi lain, lidah dan perkataan juga bisa menjadi alat kebaikan, bila digunakan dengan bijaksana. Ia bisa menjadi sumber kekuatan yang membangun kehidupan (Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan