Renungan Minggu, 9 November 2014
Mengapa melayani? Mungkin ada yang memberi alasan: karena tugas setiap orang percaya, ingin menyatakan kasih Tuhan, mengaktualisasikan diri sesuai talenta, menyalurkan bakat, ingin menjadi berkat, dan sebagainya. Semua jawaban tersebut benar. Namun dalam perikop Yosua 24, umat diajak untuk menghayati tugas melayani bukan sekedar kewajiban, aktualisasi diri, menyalurkan bakat, atau menjadi berkat.
Yosua 24 mengajak umat untuk terlebih dahulu menemukan sumber spritualitas iman yang terdalam, yaitu melayani karena menghayati seluruh karya keselamatan Allah yang telah dialami. Kita dapat melayani karena Allah terlebih dahulu berkarya menyelamatkan dan melayani, sehingga Dia melayakkan kita dari kecemaran dan dosa dari para leluhur atau nenek moyang kita.
Hakekat melayani terjadi karena rahmat Allah yang berkenan mengaruniakan kepada kita suatu kelayakan untuk ambil bagian dalam perjanjianNya. Dari situasi keberadaan kita sebagai manusia sebenarnya kita tidak layak, namun dari anugerahNya kita diperkenankan dihisabkan dalam perjanjianNya. Karena itu motivasi kita melayani Tuhan adalah: pertama, membalas kebaikan dan anugerah Tuhan. Kedua, bertanggungjawab atas ikatan perjanjian yang telah diikrarkan di hadapan Allah. Ketiga, manifestasi kasih yang lahir dari hati kita yang telah dibarui oleh keselamatan Allah.
Dengan demikian makna melayani yang utama adalah lahir dari kedalaman batin kita, sehingga dimanifestasikan dalam setiap elemen kehidupan kita. Pelayanan bersifat holistic (utuh dan menyeluruh), bukan parsial (sebagian atau lingkup tertentu). Karena itu melayani adalah tindakan ibadah, dan sebaliknya dalam ibadah mengandung tugas untuk melayani sesama. Tugas pelayanan meliputi seluruh bidang kehidupan, baik rohani maupun jasmani, sehingga tidak ada pemisahan antara bidang sekuler dan rohaniah. Melayani berarti umat dipanggil untuk menguduskan setiap bidang kehidupan dengan rahmat dan karya keselamatan Allah.
Tinggalkan Balasan