Renungan Minggu, 19 Juli 2015
Berkelompok adalah kecenderungan yang dimiliki oleh setiap manusia., Tentu saja bukan sembarang kelompok, karena biasanya kelompok itu terbentuk karena adanya kesamaan., misalnya: kesamaan suku, hobi, agama, ideologi, atau profesi. Meskipun wajar, sampai tahap tertentu dalam kehidupan sehari-hari kecenderungan ini bisa berdampak negatif. Sikap merasa nyaman di tengah kelompok yang homogen ini tidak jarang berkembang menjadi kelompok-kelompok, atau lebih tepat disebut sebagai komplotan, yang eksklusif. Tembok-tembok psikologis (karena tak kasat mata, tetapi ada), dibangun yang tinggi dan tebal, sehingga sulit ditembus oleh orang-orang lain yang dianggap berbeda.
Tembok-tembok itu pula yang dijadikan tameng supaya kenyamanan dan keserasian dalam kelompok tetap terjaga. Akhirnya, yang terbentuk adalah gaya hidup dan sikap hidup eksklusif, introvert, dan paranoid orang yang berbeda dianggap musuh. Kenyataan semacam ini tentu saja sangat disesalkan, apalagi bila terjadi di dalam kehidupan umat Tuhan.
Tuhan hadir, bahkan berkorban untuk semua manusia, bukan untuk bangsa atau kelompok tertentu saja, tetapi semua bangsa. Tuhan bahkan berkehendak menyatukan mereka kembali. Penyatuan itu dimeteraikan oleh pengorbanan tubuh dan darah Kristus sendiri. Ini sebuah proses yang sangat panjang, dengan perjuangan jatuh bangun yang berat. (Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan