Renungan Minggu, 7 Februari 2016
Apa yang tampaknya “wow, menghebohkan, atau tidak biasa” dalam hidup beragama seringkali dipakai menjadi sisi peneguhan sekaligus promosi, betapa luar biasanya agama tersebut. Orang lebih menyukai hal-hal yang supranatural untuk meneguhkan penghayatan imannya. Mungkin hal itu juga yang membuat orang senang mendengar kesaksian pergi ke neraka atau ke surga, penglihatan terhadap suatu dan lain hal yang berkaitan dengan Yesus. Seseorang yang mengalaminya merasa lebih dekat dengan yang ilahi karena misteri ilahi disingkapkan sedikit padanya dan tidak pada semua orang. Saya tidak bermaksud menilai benar tidaknya pengalaman subjektif tersebut tetapi saya mengajak kita untuk dapat menghayati peristiwa Transfigurasi bukan sebagai peristiwa yang “heboh dan tidak biasa” tetapi sebagai peristiwa sederhana untuk menekankan pesanYesus yang penting (dan tidak sesederhana itu).
Peristiwa Yesus dimuliakan di gunung bisa berhenti pada hal yang nampak menyilaukan sehingga lupa pesan Allah dalam peristiwa tersebut. Pada peristiwa itu Allah berpesan dan menekankan soal ketaatan terhadap kehendak Allah, yang dinyatakan, diberitakan lewat pengajaran dan kehidupan Yesus. Di saat-saat terakhir masa kehidupan Yesus di dunia, pengertian para murid menjadi penting karena dengan pengertian dan sikap taat itu mereka dapat mengemban tugas misi yang dipercayakan Yesus kepada mereka. (Dian Penuntun Edisi 21).
Tinggalkan Balasan