Renungan Minggu, 20 Maret 2011
Tidak mudah mempercayai Allah, jika kita mengandalkan akal kita. Mengapa demikian? Karena keberadaan Allah memang melampaui akal kita. PekerjaanNya juga seringkali tidak dapat kita mengerti. Maka, yang dibutuhkan adalah kerendahan hati untuk percaya, dan keterbukaan untuk menyelami pekerjaanNya.
Abraham diperhadapkan pada sebuah pilihan. Mempercayai Allah dengan cara menaati panggilanNya, atau sebaliknya. Di hadapannya telah tersedia janji-janji Allah. Namun, itu berarti ia harus berani mempercayai Allah yang memberikan perjanjian itu. Adalah anugerah besar jika Abraham mampu merespon panggilan Allah dengan kepercayaan dan ketaatan.
Beratus-ratus tahun kemudian tantangan yang serupa diberikan kepada Nikodemus. Dengan akalnya yang terbatas, sulit baginya untuk memahami pekerjaan Allah yang melahirkan kembali setiap orang, sebagai syarat untuk masuk Kerajaan Allah. Namun, kepadanya tetap diberikan pilihan dan kesempatan.
Setiap waktu Tuhan memberikan kepada kita pilihan dan kesempatan. Apa yang terjadi kemudian tentu bergantung bagaimana kita merespon pilihan dan kesempatan tersebut. Pada akhirnya kita tahu, kalaupun kita dapat menerima pilihan yang Allah sediakan dan mengambil kesempatan yang Dia berikan, itu semua adalah misteri Allah. Tak seorangpun dapat menjelaskannya. Hanya kerendahan hati dan keterbukaan kepada Allahlah yang akan menolong kita mengalami penggenapan janji-janji Allah dalam hidup kita.
Tinggalkan Balasan