Renungan Minggu, 27 Maret 2011
Keraguan dan pencobaan merupakan dua hal yang saling terkait satu dengan yang lain. Ketika hati ragu, maka rasa ingin coba-coba mengintip. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika seseorang ingin memesan jumlah makanan yang besar. Biasanya, ia akan memohon tester food dulu. Mengapa ia melakukan hal itu? Karena ia kurang yakin, ragu-ragu akan cita rasa makanan itu. Setelah mencoba, rasa yakin terhadap cita-rasa makanan memungkinkan orang itu memesan dalam jumlah banyak.
Banyak orang memperlakukan hidup ini sama seperti mereka sedang memesan makanan. Coba-coba di dalam hidup. Ragu apakah ini pimpinan Tuhan, saya pindah pekerjaan? Akh… coba dulu. Ragu apakah dia teman hidup yang Tuhan berikan? Tidak ada salahnya ‘kan, coba dulu. Ragu apakah anak saya percaya kepada Tuhan Yesus? Biarlah ia coba dulu banyak agama. “Coba dulu” merupakan strategi manusia untuk meyakinkan keraguan yang ada di dalam hatinya.
Apakah praktik “coba dulu” dapat diperhitungkan sebagai iman? Ibrani 11:1 mengatakan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Praktik “coba dulu” menunjukkan keraguan hati orang percaya terhadap providensia (pemeliharaan) Allah. Keraguan dalam hidup memungkinkan seseorang masuk ke dalam berbagai-bagai pencobaan. Lihatlah bangsa Israel, keraguan mereka membuat mereka berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun untuk mendatangi tanah perjanjian. Keluar-masuk pencobaan selama tahunan hanya karena sebuah keraguan tentang pimpinan Allah.
Apakah Anda seperti bangsa Israel? Keraguanmu terhadap providensia Allah membuat Anda berputat-putar dan bertahun-tahun Anda hidup tidak bertumbuh. Hancurkanlah karang keraguan hatimu, maka Anda akan melihat pimpinan Tuhan yang luar biasa dalam hidupmu.
Tinggalkan Balasan