Renungan Minggu, 6 Desember 2020 – Advent II
Menanti atau menunggu adalah pekerjaan yang membosankan, apalagi menantikan sesuatu yang tidak pasti. Menanti semakin membosankan jila dilakukan dengan pasif, tidak bermakna dan menghabiskan waktu. Misalnya menunggu nama di panggil oleh dokter saat kita akan memeriksakan kesehatan di rumah sakit.
Di lain pihak, menanti dapat menjadi pekerjaan signifikan, bermakna dan menyenangkan. Ini terjadi misalnya ketika kita menantikan kedatangan orang yang kita kasihi yang berjanji akan datang.
Tentu kita tidak akan tinggal diam. Kita pasti akan mempersiapkan segala sesuatunya, bersih-bersih rumah, menyiapkan makanan dari hal-hal lainnya. Menanti menjadi sesuatu yang bermakna karena kekuatan janji. Janji membuat kita menantikannya dengan semangat.
Seseorang yang dijanjikan akan diajak berkencan dengan orang yang dikasihinya tentu akan bersemangat dan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin dan setia menunggu orang terkasihnya menepati janji itu. Demikian juga janji kedatangan Tuhan. Janji itu pasti membuat umat menunggu dengan pengharapan, sekalipun kapan datangnya tidak dapat dipastikan.
Namun, itulah yang menggerakkan umat untuk terus waspada. Berjaga-jaga dan terus mempersiapkan diri mengantisipasi kedatangan Tuhan. Bacaan Injil Minggu ini menunjukkan bagaimana Yohanes Pembaptis mengajak umat untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan yang akan datang, yakni dengan bertobat dan memberi diri dibaptis.
Di sini penantian dilakukan dengan tindakan aktif, yakni bertobat dalam segala aspek kehidupan. Sejalan dengan itu, dalam bacaan kedua Petrus mengajak para pembaca suratnya untuk berusaha hidup kudus dan tidak bercacat dalam menantikan kedatangan Tuhan kembali.
Minggu Advent Kedua berfokus pada dimensi eskatologis Adven, yakni penantian akan kedatangan Tuhan kembali. Karena itu, melalui khotbah Minggu ini, umat mau diajak untuk memaknai penantian sebagai sebuah tindakan aktif untuk mempersiapkan diri dalam pengharapan akan janji kedatangan Tuhan.
Umat hendak diajak untuk menjalani ziarah kehidupan di dunia ini sebagai penantian akan kedatangan Tuhan kembali yang dilakukan dengan aktif, berusaha untuk hidup kudus dan menjawab panggilan Allah untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan dalam rangka mempersiapkan diri menantikan penggenapan janji kedatangan Tuhan kembali. (Dian Penuntun Edisi 30).
Tinggalkan Balasan