Renungan Minggu, 19 Agustus 2012
Hikmat, yang juga dikenal sebagai kebijaksanaan, begitu penting dalam kehidupan manusia. Tanpa hikmat dalam kehidupan, seseorang bisa salah jalan. Tidak mengherankan, apabila setiap manusia selalu ingin memiliki hikmat dan kebijaksanaan dalam kehidupannya. Bahkan, tidak jarang mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan hikmat dan kebijaksanaan itu. Banyak yang berpikir bahwa hikmat dan kebijaksanaan itu dapat mereka beli dan miliki dengan jalan belajar sampai tingkat tertinggi dan di tempat yang hebat, sehingga mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik, dan berusaha mendapatkan nilai akademis tertinggi.
Memang, tidak salah seseorang belajar sampai setinggi-tingginya. Namun, yang harus kita pahami adalah kemampuan akademis, atau kemampuan intelektual, tidaklah identik dengan hikmat. Pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang memiliki hikmat.
Pandangan masyarakat tentang orang yang memiliki hikmat dan kebijaksanaan juga banyak yang keliru. Ada yang berpikir bahwa hikmat dan kebijaksanaan seseorang dinilai dari tuanya usia, atau dari banyaknya gelar akademis yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk mencari dan memperoleh hikmat dan kebijaksanaan bukanlah suatu hal yang salah dan harus dilarang.
Hikmat memang harus terus menerus dicari, diperjuangkan dan dilatih. Namun, cara untuk mendapatkannya, dan pandangan tentang hikmat dan kebijaksanaan yang keliru, harus dibetulkan. Gereja harus mengkoreksi dan membimbing jemaat untuk memandang hikmat dan kebijaksanaan secara tepat, serta menuntun jemaat untuk memperoleh hikmat dan kebijaksanaan dengan cara yang tepat, sesuai dengan Alkitab. Gereja harus membimbing umat-Nya memperoleh hikmat dan kebijaksanaan di dalam Kristus.
Kristus adalah Roti Hidup, yang akan membuat kita selalu bertumbuh dan memperoleh hikmat kebijaksanaan.
Tinggalkan Balasan