Renungan Minggu, 16 Februari 2014
Setiap hari manusia diperhadapkan dengan pilihan apakah ia mau hidup bermakna atau sia-sia. Ia juga bisa membuat pilihan hidup dalam perspektif Ilahi. Ketika seseorang memilih hidup dalam perspektif orang lain, ia akan menjadi sangat lelah, karena segala sesuatu yang dilakukannya bertujuan untuk memenuhi harapan orang lain. Kondisi menjadi tidak lebih baik, ketika seseorang memilih hidup dalam perspektif sendiri. Bayangkan kalau ia seorang yang kurang memahami nilai-nilai hidup. Apa yang akan terjadi dengan pilhan-pilihannya? Bisa saja ia melanggar nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat, karena baginya yang penting adalah pilihannya sendiri. Atau adakah orang yang sempurna, sehingga dengan perspektif sendiri mampu membawanya ke dalam pilihan-pilihan hidup yang benar?
Selain kedua pilihan itu, seseorang bisa memilih hidup dalam perspektif ilahi. Tentang pilihan ini, ada orang yang salah mengerti tentang apa artinya. Ada yang mengira jika ia rajin ke gereja, rajin pelayanan bahkan rajin memberi persembahan, maka ia sudah hidup dalam perspektif Allah. Padahal hidup dalam perspektif ilahi bukan sekedar melakukan beberapa tindakan yang bersinggungan dengan kehidupan beragama seperti itu.
Detail hidup dalam perspektif ilahi diajarkan Alkitab dengan memberikan prinsip-prinsip dan juga contoh-contoh bagaimana orang-orang bergumul dalam mempraktekkannya. Tiga bacaan dan antar bacaan yang mendasari kotbah minggu ini menyatakan hal itu.
Pengajaran tentang pentingnya memiliki hubungan pribadi dengan Allah dan mentaati firman Allah sudah sering didengung-dengungkan dari mimbar gereja. Mungkin selama ini pesan itu terabaikan, mungkin juga tidak dilakukan dengan berbagai alasan. Tetapi hari ini firman yang diberitakan tidak memberi kesempatan untuk berdalih. Hidup harus memilih dan pilihan itu adalah: memilih hidup dengan mengasihi Tuhan dan firmanNya atau sebaliknya. Mau memilih yang mana? Selamat memilih hidup.
Tinggalkan Balasan