Renungan Minggu, 1 Maret 2015 – Prapaskah II
Manusia memikirkan apa yang dipikirkan Allah; Kita memikirkan perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, bukan yang di bumi. Apa bisa? Sejak dahulu, kesepikiran telah menjadi kebutuhan mendasar di dalam konteks hubungan antar anggota jemaat. Itu sebabnya, di dalam sebuah kesatuan komunitas kehidupan umat Rasul Paulus menyampaikan: “…hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia…” (Flp 2:1-3). Di dalam konteks nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri ini, imbauan pastoral Rasul Paulus mengungkapkan sebuah fakta, bahwa cara-cara hidup dan cara-cara berelasi orang beriman ternyata belum mencitrakan model dan gaya hidup umat Tuhan seperti yang diharapkannya, paling sedikit dalam hal kesehatian dan kesepikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, kesepikiran dengan orang lain memang bukanlah perkara yang mudah.
Kesulitan untuk sepikir bahkan dapat terjadi di tengah kehidupan orang-orang yang sehari-hari hidup bersama, misalnya keluarga. Anggota keluarga yang satu tidak dapat mengenali dan mengerti apa yang dipikirkan oleh anggota keluarga yang lain.
Menurut sudut pandang Allah, manusia bisa memikirkan apa yang dipikirkan Allah. Mengapa? Sebab, ia adalah manusia Allah (man of God, 1 Tim 6:11), bukan manusia Iblis (man of Satan). Ia adalah manusia yang telah dibangkitkan bersama Kristus, dan oleh karenanya ia adalah ciptaan baru (manusia baru), yang diberi karunia untuk memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Yang di bumi selalu menjadi pusat dari pikiran manusia lama. Isinya adalah segala sesuatu yang duniawi, dan yang mendatangkan murka Allah (Kol. 3:5-9). Tetapi, manusia baru yang hidupnya tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah memrioritaskan pusat pikirannya pada yang di atas, yakni pikiran Kristus. Isinya adalah mematikan dan membuang segala sesuatu yang duniawi dan yang mendatangkan murka Allah; Menanggalkan manusia lama serta kelakuannya dan mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbarui untuk memperoleh pengetahuan (=pikiran) yang benar menurut gambar Khaliknya (Kol. 3:10). (Dian Penuntun edisi 19 halaman 169 – 170).
Tinggalkan Balasan