Renungan Minggu, 9 April 2017 – Pra Paskah VI
Pada satu sisi, Minggu Prapaskah VI disebut dengan Minggu Palmarum. Dalam Minggu Palmarum, Gereja diajak untuk melihat gambaran dari penduduk Yerusalem yang mengelu-elukan Yesus dengan nyanyian ”Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Matius 21:11).
Dengan pemahaman sebagai Raja (“Anak Daud”), kedatangan Yesus bukan untuk menciptakan perang (dengan pemerintah Romawi), tetapi untuk mewujudkan damai sejahtera. Kedatangan-Nya bukan untuk memerintah dengan tangan besi atau kekerasan tetapi dengan cinta kasih. Itu sebabnya, ia datang dan memasuki kota Yerusalem bukan dengan menunggangi seekor kuda yang gagah perkasa, melainkan dengan menunggangi seekor keledai beban muda (Matius 21:5).
Pada sisi lain, Minggu Prapaskah VI disebut sebagai Minggu Sengsara, Gereja diajak melihat perubahan hati dan sikap penduduk Yerusalem yang dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian, serta ketidakmampuan pemerintah Romawi (Pilatus) yang berlanjut dengan penganiayaan dan berakhir dengan penyaliban Yesus. “ mereka semua berseru: “ Ia harus disalibkan!” (Matius 27:22b). Gereja diajak untuk melihat, menghayati dan memaknai sikap Yesus di tengah-tengah dan terhadap penderitaan diri-Nya dan manusia.
Dengan demikian, Minggu Prapaskah VI berbicara mengenai paradoks kebenaran kemuliaan Yesus melalui kesengsaraan dan kematian-Nya. Yesus yang melakukan perlawanan terhadap kekerasan, ketidakadilan dan ketiadaan keadilan dengan cinta kasih, kelembutan dan belas kasihan. Sekali pun demikian, untuk mewujudkan keadilan tanpa kekerasan tidak cukup hanya dengan mengandalkan waktu yang akan menjawab, melaikan harus dengan sadar diusahakan dan diperjuangakan. (Dian Penuntun Edisi 23).
Tinggalkan Balasan