Renungan Minggu, 31 Juli 2011
Pertukaran pemberian (pola do ut des) sering terjadi dalam masyarakat kita. Misalnya, pada hari Natal kita memberi sesuatu kepada tetangga yang Muslim, dan pada saat lebaran, kita menerima sesuatu dari tetangga yang Muslim. Dalam masyarakat Toraja, bila pada saat kedukaan atau pesta kematian kita menerima hewan dari saudara yang datang, maka sebenarnya pemberian itu adalah ”piutang”. Pada lain waktu, ketika orang yang pernah memberi hewan itu mengalami kedukaan, atau mengadakan pesta kematian, kita pun harus memberikan seperti yang pernah diberikannya.
Pola pertukaran pemberian seperti di atas dapat juga kita jumpai dalam budaya lain. Pola pertukaran pemberian seperti ini, pada sisi lain, menjadi tanda kebersamaan yang menguatkan relasi antara si pemberi dan si penerima dalam satu jaringan sosial.
Sekalipun model pertukaran pemberian ini memiliki aspek yang baik dan perlu untuk dilestarikan sebagai penguat relasi sosial, namun model seperti ini mudah sekali terjebak menjadi pemberian sebagai sebuah kewajiban. Dan, ketika ia sudah menjadi kewajiban, maka sebenarnya pemberian ini sudah tidak lagi berdasarkan kasih.
Tema ”kesediaan memberi” hendak meninggalkan tindakan saling memberi sebagai, atau dengan, pola pertukaran seperti di atas. Pola yang dikembangkan adalah pemberian dengan sukacita, pemberian dengan kasih yang tanpa pamrih, seperti pemberian yang telah kita terima dari Tuhan. Oleh karena itu, kesediaan kita untuk memberi bukanlah agar kita memperoleh lebih banyak lagi, tetapi kesediaan kita memberi adalah karena kita telah memperoleh banyak dari Tuhan.
Tinggalkan Balasan