Renungan Minggu, 11 Maret 2012
Apa yang hendak ditegaskan oleh Yohanes lewat kisah penyucian Bait Allah yang ditaruh pada awal Injilnya? Tentu bukan sekedar perilaku koruptif yang terjadi di halaman Bait Allah, yang melibatkan kolusi penguasa agama dan pengusaha yang melambungkan harga binatang persembahan hingga berkali-kali lipat dan pencarian keuntungan dengan sistim pertukaran uang yang merugikan umat. Perilaku ini adalah bagian dari era yang lama: menggunakan nama Tuhan untuk mencari keuntungan materi dengan cara yang kotor. Yohanes menegaskan era baru itu lewat perkataan Yesus, “Rombak Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali” (Yohanes 2:19).
Ketidakmengertian terhadap era yang baru ini muncul dari pertanyaan orang Yahudi, “Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” Yohanes memberikan penegasan akan maksud Yesus “… tetapi yang dimaksud-Nya dengan Bait Allah adalah Tubuh-Nya sendiri.”. Melalui tubuh yang dikorbankan di kayu salib, Yesus membawa era baru dalam relasi antara Allah dan manusia. Allah tidak lagi berdiam di Bait-Nya, tetapi di dalam diri umat-Nya. Hal ini terjadi melalui pengorbanan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus: Sebuah kebenaran yang kemudian ditegaskan ulang oleh Paulus yang berkata: ”… tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu. Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri.” (I Korintus 6:19).
Melalui pengorbanan Kristus, kita punya identitas baru. Sejauh mana kita menghayati dan menghidupi identitas ini? Identitas sebagai umat milik Allah mesti diterjemahkan dalam perilaku sehari-hari lewat urusan dengan-Nya ataupun sesama. Perwujudan perilaku yang sesuai dengan identitas tersebut mesti tampak mulai dalam kehidupan jemaat itu sendiri, seperti yang ditegaskan oleh Paulus melalui 1 Korintus 1:29. Khususnya dengan “jangan ada yang memegahkan diri”. (Dian Penuntun).
Tinggalkan Balasan