Renungan Minggu, 19 Februari 2017
Meminjam kalimat James Bryan Smith dalam bukunya The Good and Beautiful Life. Ia menyatakan bahwa dalam kerajaan dunia ini, kita merasa lemah, rapuh, tidak bertenaga dan tidak terlindungi. Jalan tercepat maka untuk mengatasi permasalah ini adalah dengan cara mencari kekuasaan dan control. Lemah? Pergilah ke gym dan latihlah otot Anda. Kesulitan finansial? Carilah kekayaan. Diperlakukan dengan tidak adil oleh orang lain? Balaslah mereka, pergi ke pengadilan, tuntutlah hakmu. Jika seorang menyakitimu, balaslah lebih keras. Bukankah demikian yang sedang terus terjadi di atas muka bumi ini? Pertanyaannya apakah masalah dapat terselesaikan dengan cara-cara seperti itu?
Menariknya, sejak zaman Yesus pun cara-cara pertahanan diri seseorang dengan menuntut dan membalas sudah lazim dilakukan. Dan mereka menemukan pembenarannya justru dalam kitab suci. Kitab suci dibaca dan diberlakukan sesuai dengan apa yang tertulis di sana dan diterapkan menurut keinginan mereka. Mereka merasa puas apabila telah melakukannya.
Kehadiran Yesus memutarbalikkan sikap mereka terhadap ayat-ayat suci itu. Bagi Yesus, yang penting bukan semata-mata yang tertulis secara harafiah, melainkan memahami jiwa dari apa yang tertulis itu, melainkan memahami jiwa dari apa yang tertulis itu. Ketika kita berhasil menyimak apa yang disampaikan Yesus, maka kita akan menyadari bahwa apa yang dianggap dunia (orang kebanyakan) tentang sikap yang benar ternyata tidak mampu menyelesaikan kemelut etis moral dengan memuaskan. Alih-alih mendatangkan kedamaian, hukum Kitab Suci itu malah menimbulkan permasalahan baru. Tampaknya, ketika Yesus “membongkar ulang” esensi hukum Taurat di sanalah orang akan memahami bahwa moralitas Kerajaan Allah yang diajarkan Yesus itulah yang mampu memberikan jawaban tuntas. (Dian Penuntun, Edisi 23).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 17:1-3
- KJ 413:1-3
- KJ 467:1-3
- KJ 54:1,4
- PKJ 146
- PPK 26:1-3
Tinggalkan Balasan