Renungan Minggu, 18 Juli 2010
Moto hidup Kristiani adalah melayani. Semasa Kristus ada di dunia, maka melayani adalah seluruh hidup yang dijalaniNya. Pernyataan tentang misi hidupNya diungkapkan dengan jelas oleh Matius 20:28, yaitu bahwa Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Sayangnya, kata melayani sering kurang lengkap dipahami. Mereka yang begitu aktif dalam berbagai kegiatan gereja, yang selalu dimaknai sebagai sebuah pelayanan, sering merasa kecewa, bahkan tidak lagi mau melayani. Mereka kecewa karena respon orang lain terhadap pelayanan yang mereka berikan tidak seperti yang mereka harapkan. Mereka menjadi kapok untuk melayani. Di tengah situasi masyarakat yang selalu datang dengan tuntutan, prinsip melayani sering ditertawakan. Banyak orang bertanya: ”Apa mungkin di tengah situasi orang yang serba individualis dan tidak peduli, kita masih dapat melayani?”
Saudara, aspek kerelaan dan sukacita dalam melayani adalah penekanan bacaan-bacaan kita hari ini. Abraham melayani para tamu dengan kerelaan dan sukacita. Pada Mazmur, pelayanan ibadat semestinya tampak pada pelayanan dengan sukacita kepada sesama. Surat Kolose menegaskan pekerjaan Paulus yang mendatangkan sukacita. Injil memaparkan dampak dari pelayanan yang tidak dikerjakan dengan sukacita.
Penting untuk ditegaskan bahwa pelayanan yang bersumber pada sukacita dan sukarela akan mendatangkan dampak yang luarbiasa. Allah berkenan pada tindakan tersebut, dan karena itu setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sukacita bukan saja akan mendatangkan berkat bagi orang yang dilayani, melainkan juga bagi mereka yang melayani. Itu semua menjadi tanda bahwa kemuliaan Allah dinyatakan melalui pelayanan tersebut.
Tinggalkan Balasan