Renungan Minggu, 16 September 2012
Mau tidak mau, orang Kristen hidup bagaikan di etalase. Itu berarti, kita hidup di tengah lingkungan dan masyarakat yang siap menilai kita melalui apa yang kita lakukan dan katakan, terkait dengan identitas yang melekat pada diri kita sebagai pengikut Kristus.
Jangankan di luar gereja, di dalam gereja pun, anggota jemaat memerhatikan, bahkan memberikan penilaian kepada pendeta, penatua, atau sesama anggota jemaat lainnya, berkaitan dengan sikap dan tutur kata mereka. Misalnya, dalam percakapan formal maupun informal, tidak jarang warga jemaat mengatakan demikian, “Koq pendeta ngomongnya seperti itu?” Ironisnya, jawaban pembelaan dilontarkan dengan ringannya, “Ah, saya kan hanya bergurau! Masa begitu saja tersinggung. Sensitif sekali!” Padahal, ini membuktikan bahwa perkataan yang keluar dari mulut kita, sangat mempengaruhi kesaksian hidup kita.
Dale Carnagie, seorang penulis, dalam bukunya, The 5 Essensial People Skills, mengatakan bahwa komunikasi yang efektif melibatkan 3 point kunci, yaitu: pertama, pastikan pesan Anda dimengerti. Kedua, Anda mesti tahu apa yang disampaikan kepada Anda. Ketiga, Anda perlu mempertahankan kendali percakapan. Itu berarti, dunia ini pun mengakui bahwa diri kita dapat menjadi kendali dalam sebuah percakapan. Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mengendalikan diri kita sesuai firman Tuhan, sehingga kita dapat mempengaruhi dunia ini menjadi lebih baik.
Tinggalkan Balasan