Renungan Minggu, 13 Mei 2018
Gereja di sepanjang zaman selalu diperhadapkan dengan pergumulan. Ada saat-saat pergumulan itu begitu berat. Dr. Ira C mengatakan “Semakin dibabat semakin merambat!”.
Pentingnya kesehatian dan teguhnya persekutuan adalah senjata utama dalam menghadapi pelbagai tantangan pelayanan gereja. Maka tidaklah mengherankan kalau narasi doa Yesus yang panjang dalam Yohanes 17, salah satu pokoknya adalah meminta kepada Bapa-Nya agar para murid tetap bersatu! Yesus mendoakan sungguh-sungguh agar Bapa menjaga, memelihara dan menguduskan para murid. Mengapa? Karena Yesus tahu apa yang akan dan harus mereka hadapi.
Minggu ini adalah hari Minggu sebelum Pentakosta. Paskah ke VII. Setidaknya, di penghujung perayaan Paskah, gaung kebangkitan diharapkan masih menggema. Konteks Yohanes 17 seakan mengajak kita flashback ke masa sebelum kesengsaraan dan kematian atau bahasa Yohanes sebelum Yesus dimuliakan. Teks Yohanes 17 merupakan persiapan perpisahan Yesus dengan para murid-Nya. Ia akan kembali kapada Bapa-Nya melalui permuliaan di kayu salib.
Ada tugas dan tanggung-jawab yang menjadi bagian dari diri manusia itu. Bagaimana pun juga para murid adalah manusia biasa yang bisa menghianat dan menyangkal. Petrus yang pernah tiga kali menyangkal misalnya, setelah perjumpaan pribadinya dengan Yesus yang bangkit, rupanya ia dapat menyelesaikan “persoalannya” itu dengan Yesus. Kegagalan kini berubah menjadi kebangkitan untuk memimpin para murid yang lain untuk melanjutkan misi dari Sang Guru.
Selesaikah persoalan di antara para murid? Tidak! Masih ada persoalan lain yang harus mereka selesaikan, yakni tentang Yudas, si penghianat itu. Masalah ini harus segera diselesaikan sebelum tugas kesaksian itu dilakukan supaya dunia percaya, bahwa mereka adalah murid-murid-Nya! Disinilah kita dapat menyimak kuasa Allah dan peran serta manusia dalam menghadapi pergumulan. (Dian Penuntun Edisi 25).
Tinggalkan Balasan