Renungan Minggu, 14 Agustus 2016
Misi kedatangan Kristus adalah mengaruniakan kehidupan kekal yang berlimpah. Di Yohanes 10:10b, Yesus berkata: “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”. Karena itu, Ia meruntuhkan tembok-tembok pemisah dan menyatukan yang terpisah dengan menghadirkan damai-sejahtera dan keselamatan kepada mereka yang jauh dan dekat. Tepatlah misi Yesus yang meruntuhkan tembok-tembok pemisah dan mempersatukan mereka yang bertikai dinyatakan dalam kesaksian Rasul Paulus, yaitu: “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu peseteruan” (Efesus 2:14). Dengan misi Yesus tersebut, kita dipanggil Allah untuk menjadi umat percaya yang berperan sebagai pendamai di tengah perseteruan dan konflik. Jadi setiap umat percaya dipanggil hidup dalam damai dengan semua orang dan menjauhkan diri dari konflik dan perpecahan.
Kita sekarang hidup bersama dengan berbagai umat dalam heterogenitas secara suku, etnis, budaya, agama-agama dan ideologi. Era kita saat ini adalah globalisasi namun plural sehingga hidup dalam berbagai perbedaan, keunikan dan keragaman. Karena itu panggilan umat percaya adalah meruntuhkan tembok-tembok pemisah sehingga kita mampu hidup bersama tanpa harus kehilangan identitas diri. Jikalau demikian apakah bijaksana kita menaati ucapan Yesus di Lukas 12: 49-53 yaitu bahwa Ia datang bukan untuk membawa damai di atas bumi, melainkan pertentangan? Ataukan kita perlu lebih rendah hati untuk belajar memahami makna ucapan Yesus dengan hati yang jernih sehingga kira justru akan dimurnikan melalui firman dan kehadiran-Nya? (Dian Penuntun, Edisi 22).
Tinggalkan Balasan