Renungan Minggu, 8 November 2015
Manusia seringkali berhadapan dengan suara hati yang menuduh dirinya, yang diperkuat oleh suara lingkungan yang turut menggemakan suara hati itu. Atau, bisa juga sebaliknya: suara lingkungan terinternalisasi menjadi suara hati. Apa itu? Tuduhan, bahwa dirinya berdosa dan tidak layak. Bahkan, meskipun ia tahu sudah diampuni, tuduhan itu agaknya lebih keras berbicara.
Saat mengalami penderitaan, dengan mudah ia menghubungkannya dengan hukuman Allah. Apalagi, pandangan bahwa kebahagiaan berarti tidak ada masalah, atau bahwa masalah terselesaikan dengan mudah, turut menggoyahkan banyak orang percaya saat ia menghadapi tekanan dan kesulitan. Akibatnya, sebagian orang lalu meninggalkan Tuhan, dan tidak melihat dengan jelas apa faedahnya menjadi Kristen.
Gambaran itulah yang agaknya akrab dengan jemaat atau orang Kristen yang menjadi tujuan penulisan Surat Ibrani . kondisi ini agaknya akan selalu terjadi pada umat Tuhan di sepanjang masa. Itulah sebabnya penghiburan sekaligus nasihat dan teguran yang diungkapkan dalam Surat Ibrani akan selalu aktual bagi setiap umat Tuhan di sepanjang zaman. Kenyataan bagaimana Allah mengasihi dan peduli pada kehidupan orang-orang lemah yang tersingkir, sebagaimana para janda dalam bacaan Alkitab minggu ini, juga menjadi dorongan dan kekuatan bagi setiap orang untuk menaruh pengharapan kepada Dia, Sumber Segala Kebaikan. (Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan