Renungan Minggu, 26 September 2021
Manusia punya kecenderungan untuk mengotak-ngotakkan diri berdasarkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, misalnya: suku atau ras, agama, status sosial, usia, jenis kelamin, dan lain-lain. Pengelompokan ini dilakukan untuk menegaskan dan memperkuat identitas mereka. Yang lebih parah lagi, ada kelompok yang tidak hanya menegaskan identitas mereka, tetapi juga merasa lebih unggul dan siap menyingkirkan atau bahkan memangsa dan menerkam kelompok yang mereka anggap lemah.
Sayangnya, kondisi seperti ini pun terjadi di dalam gereja. Tidak jarang dalam kehidupan bergereja, ada kelompok-kelompok yang mengotak-ngotakkan diri dengan label identitas masing-masing. Gereja sering menjadi tempat tumbuh suburnya pola pikir “kita-mereka”. Misalnya kelompok aliran satu yang tidak sepaham dengan aliran lainnya, lalu saling mengeksklusif dengan melabeli aliran yang sesat.
Tidak hanya antar-aliran, eksklusivisme bergereja juga bahkan bisa terjadi dalam jemaat lokal. Misalnya: kelompok-kelompok pesekutuan doa tertentu, kelompok paduan suara atau vokal grup yang eksklusif. Bahkan Majelis Jemaat pun dapat menjadi kelompok eksklusif, yang memiliki keistimewaan dibanding umat. Beberapa kelompok merasa bahwa “kita” lebih baik atau lebih unggul daripada “mereka”.
Dalam penelitian pemuda-remaja GKI SW Jawa Timur tahun 2019, ditemukan salah satu faktor yang menyebabkan kaum muda tidak mau aktif dalam kegiatan gerejawi adalah adanya favoritisme yakni sentimen positive in-group dan negative out-group. Sikap positive in-group sebenarnya positif, karena memandang bahwa kelompoknya sendiri (in-group) dengan positif.
Namun, jika dibarengi dengan negative out-group akan menjadi masalah, karena ia memandang kelompok di luar (out-group) secara negatif dan rendah. Inilah yang membuat terjadinya eksklusivisme dalam bergereja. Hasil penelitian itu mengungkapkan, kurangnya keterlibatan kaum muda dalam gereja, salah satunya, dikarenakan sikap eksklusif dalam bergereja.
Melalui bacaan leksionari Minggu ini, umat disadarkan bahwa pola pikir “kita-mereka”‘, pengotak-ngotakan manusia ke dalam kelompok-kelompok tertentu, serta sikap kelompok yang eksklusif menyebabkan karya kebaikan terhambat. Karena itu, gereja perlu menghidupi Keberagaman dengan berkarya kebaikan bersama dengan mereka yang berbeda. Pola pikir “kita-mereka” diubah menjadi “kita bersama’. (Dian Penuntun Edisi 32).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 222A:1,7
- Mazmur 19:8-15
- KJ 354:1-2
- KJ 378:1-2
- PKJ 213:1-2
- PKJ 282:1,4
Tinggalkan Balasan