Renungan Minggu, 23 Februari 2020
Minggu ini dirayakan gereja sebagai Minggu Transfigurasi. Transfigurasi bermakna perubahan Yesus yang menunjuk pada kemuliaan-Nya. Dalam Injil Sinoptik, kisah transfigurasi menjadi semacam titik pijak bagi perjalanan kemuliaan Yesus yang akan berakhir di Yerusalem dalam penderitaan. Itu sebabnya dalam Injil Sinoptik cerita ini diletakkan sebelum Yesus memasuki Yerusalem.
Pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemuliaan, maka yang terbayang seringkali adalah keagungan, kehormatan, dan kemenangan. Namun dalam gambaran Injil Sinoptik, kemuliaan itu terangkai dengan perjalanan penderitaan yang akan didera Yesus. Dalam Injil Matius, rangkaian itu dapat digambarkan seperti sandwich, dua roti yang berisi pemberitaan tentang penderitaan mengapit isi yaitu kisah transfigurasi. Yesus menampakkan kemuliaan-Nya justru dalam penderitaan-Nya. Misteri ini hanya dapat ditangkap melalui pemahaman bahwa cinta-Nya kepada manusia amatlah besar.
Apa yang diperlihatkan oleh Injil dalam minggu transfigurasi ini menegaskan cara Allah berkarya. Cara itu berbeda dengan apa yang diharapkan manusia, dalam hal ini umat Yahudi. Umat Yahudi mengharapkan mesias raja akan datang dalam kekuasaan dan kebesaran. Berbeda dengan itu, Transfigurasi justru menunjukkan bahwa kebesaran Yesus terletak pada kesediaan-Nya merendahkan diri dan menderita demi cinta-Nya pada umat manusia. Cara inilah yang seharusnya menjadi cara hidup orang-orang Kristen dan gereja-gereja sebagai pengikut Kristus di masa kini. Materialisme dan hidup yang konsumtif membuat orang berpemahaman bahwa kemuliaan identik dengan kemewahan dan kemudahan. (Dian Penuntun Edisi 29).
Tinggalkan Balasan