Renungan Minggu, 18 September 2011
Dalam kehidupan yang serba cepat ini, kesabaran menjadi amat mahal. Kemarahan begitu mudah terjadi, dan kambing hitam jadi sangat laris. Tidak tanggung-tanggung, Tuhan pun bisa tiba-tiba dijadikan kambing hitam. Manusia perlu waktu untuk merenung dan berefleksi, sehingga dapat menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi.
Banyak peristiwa dalam hidup ini memiliki makna yang dalam. Hal ini bisa menjadi anak tangga yang mengantar kita kepada kedewasaan rohani. Namun, untuk menemukannya kita perlu berefleksi: memikirkan dan merenungkannya. Kadang Tuhan memakai peristiwa dalam hidup ini untuk mengajar dan mengingatkan kita: Kepada orang yang satu, sebuah peristiwa mungkin sudah cukup. Namun, hal itu belum tentu cukup bagi yang lain. Bacaan hari ini menunjukkan makna yang dalam dari pengalaman Yunus, Paulus dan para pekerja di kebun anggur. Mereka menanggapi sebuah peristiwa dengan respon yang berbeda-beda. Ada yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya, namun ada pula yang menggerutu, dan tidak mengalami perubahan apa pun. Bagaimana kita memaknai peristiwa-peristiwa dalam hidup ini?
Keberhasilan yang dicapai manusia hampir di segala bidang, membuat manusia merasa super. Ia menganggap segala sesuatu sebagai hasil prestasinya. Bahkan, ada yang menganggap keselamatan sebagai keberhasilan amal dan ibadahnya. Hal ini diperparah dengan egosentrisme, yang menganggap keselamatan sebagai tanggung-jawab masing-masing. Karena itu, keselamatan sesama tidak lagi dipedulikan. Hal senada sudah terjadi pada Yunus. Sebetulnya dia bukan hanya seorang yang percaya Tuhan. Dia adalah seorang nabi. Namun, dia sama sekali tidak peduli dengan penduduk Niniwe. Padahal, kepada merekalah dia diutus. Banyak orang di sekitar kita belum mendengar berita keselamatan. Seberapa besarkah kepedulian kita kepada mereka? Bagaimana komitmen kita untuk bekerja bagi Tuhan?
Tinggalkan Balasan