Renungan Minggu, 20 Oktober 2024
Konflik dalam keluarga, komunitas, dan institusi, seringkali menjadi semakin pelik karena tidak ada yang mau merendahkan hati dan menahan diri. Akibatnya, konflik berkutat hanya untuk mencari siapa yang salah dan benar; mana pihak yang mengalah karena posisinya inferior dan mana pihak yang menekan karena merasa superior.
Sebagai pribadi di tengah hidup bersama, kita seringkali dikuasai oleh keengganan merendahkan hati dan kecenderungan mendahulukan diri. Hal itu berpengaruh bukan hanya saat kita berkonflik, tetapi juga dalam berelasi, cara pandang, perlakuan terhadap orang lain, serta dalam peran yang kita kerjakan.
Misalnya, seorang ayah, karena merasa sebagai kepala keluarga, enggan membantu membereskan pekerjaan rumah tangga dan hanya bisa memerintah ini dan itu; seorang pendeta, merasa sebagai pemimpin mengharuskan semua yang dikatakannya mesti dipatuhi dan tidak boleh dibantah oleh anggota jemaatnya.
Keadaan seperti demikian, menjadi afirmasi terhadap apa yang dikatakan Abraham Lincoln, “Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man’s character give him power” (Hampir semua manusia dapat bertahan terhadap penderitaan, tapi jika anda mau melihat karakter seseorang, berikanlah kekuasaan).
Injil Minggu ini bercerita tentang permintaan Yohanes dan Yakobus untuk duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus kelak dalam kemuliaan. Permintaan ini lantas mendapat reaksi dari kesepuluh murid lainnya dan menjadi kesempatan bagi Yesus untuk mengajar mereka mengenai arti panggilan pelayanan, yang membutuhkan kerendahan hati di dalamnya.
Melengkapi bacaan Injil, Kitab Yesaya menekankan keadaan hidup seorang hamba yang rela menderita untuk menanggung segala kejahatan dan kekerasan yang ditimpakan kepadanya demi menghadirkan keselamatan dan pemulihan. Sementara itu, surat Ibrani menegaskan Yesus, Sang Imam Besar itu, tidak memuliakan diri-Nya melainkan merendahkan diri untuk taat sampai pada kesudahannya.
Memang tampak berat menjalankan panggilan hidup sebagai seorang hamba, apalagi harus mengurbankan diri. Sekalipun demikian, Mazmur memberikan keyakinan bahwa Allah adalah tempat perlindungan dan perteduhan bagi orang yang berharap kepada-Nya. Dengan demikian, rangkaian bacaan leksionari mengajak kita untuk belajar bagaimana menghamba.
Meskipun ada tantangan dan pergumulan di dalamnya, seorang yang menghamba, adalah mereka yang dimampukan untuk tetap taat dan setia dalam menjalankan peran dan tugas perutusannya karena mendapat topangan dan kekuatan dari Allah. (Dian Penuntun Edisi 38).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- PKJ 25:1-2
- PKJ 187:1,3,4
- PKJ 289:1,2,4
- Mazmur 91:9-16
- PKJ 271:1-3
- Ada Tuhan dalam Keluargaku.
Tinggalkan Balasan