Renungan Minggu, 28 Oktober 2018
Materialisme, konsumerisme dan kapitalisme telah membuat manusia memandang manusia dengan cara pandang yang sempit. Manusia dipandang berharga berdasarkan kemasan alias penampilan, atau berdasarkan pencapaiannya yang terukur secara materi. Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki itu semua? Mereka dipandang sebagai orang-orang yang kalah dan gagal. Ironisnya, hukum ini juga diyakini di tengah sebagian komunitas Kristen.
Sementara itu kita tak dapat memungkiri realita tentang kelompok orang yang tersisih. Bisa jadi mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi atau akses kepada pendidikan dan informasi yang memadai. Dengan mudah mereka menjadi obyek permainan kelompok orang yang berkuasa.
Demikian pula orang-orang yang mempunyai keterbatasan secara fisik atau yang dikenal dengan kaum difabel atau penyandang disabilitas. Mereka kerap tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Diperburuk oleh kepercayaan yang masih tumbuh ditengah-tengah masyarakat tertentu, bahwa kaum difabel adalah orang-orang yang jauh dari rahmat Allah, alias orang-orang yang menerima hukuman Allah. Keyakinan ini tentu akan semakin menambah beban para penyandang disabilitas sendiri.
Kristus hadir untuk menyatakan kasih Allah yang sangat besar kepada manusia. Kasih-Nya tanpa batas. Kasih-Nya merangkul semua orang tanpa terkecuali, termasuk mereka yang dipandang sebagai kelompok yang lemah, gagal dan cacat. Bahwa Dia sempurna, tak bercacat, semakin meneguhkan kasih Allah yang melampaui segala kelemahan manusia.
Demikian juga sebagai keluarga Kristen kita dipanggil untuk jadi berkat buat sesama. Kita dipanggil untuk punya kasih dan kepedulian terhadap sesama khusus mereka yang tersisihkan dan terlantar. (Dian Penuntun Edisi 26).
Tinggalkan Balasan