Renungan Minggu, 1 Mei 2011
Siapakah di antara manusia yang tidak pernah merasakan kesedihan dan ketakutan? Pastilah seluruh umat manusia pernah merasakannya. Kesedihan dan ketakutan pada dasarnya adalah sesuatu yang biasa dan umum dialami manusia. Akan tetapi, persoalannya adalah bagaimana jika kesedihan dan ketakutan itu menguasai seluruh kehidupan kita? Umumnya orang seperti ini akan cenderung menutup diri dan bersembunyi dalam ruang aman dirinya. Dia berpikir, dengan cara begitu ia akan dapat merasakan ketenangan dan kedamaian. Tetapi, apa yang dia alami adalah sebaliknya, yaitu ketakutan yang menghantui.
Ketakutan akan apapun bukan hanya membuat kita menutup diri terhadap sekitar kita, tetapi juga terhadap uluran tangan kasih Allah. Ketakutan membuat seseorang merasa tidak berarti, tidak berdaya, dan tidak berpengharapan. Kita dapat melihat hal itu pada diri para murid, yang begitu ketakutan setelah peristiwa penyaliban dan kematian Yesus. Mereka menutup diri dari segala sesuatu yang ada disekitarnya. Keceriaan, semangat dan kebahagiaan yang selama ini menyertai mereka, tiba-tiba hilang; sirna bersama kematian Yesus. Mereka menjadi seperti anak ayam yang kehilangan induk. Hidup tanpa pengharapan.
Namun, kita bersyukur karena Kristus yang bangkit berkenan menjumpai mereka kembali. Ia datang membawa damai sejahtera bagi para murid. Yesus yang bangkit bukan hanya membawa syalom alekhem buat para murid, tetapi juga bagi setiap orang yang mengalami ketakutan, kesedihan, dan putus asa. Yesus yang hidup tidak berdiam diri. Ia datang ke tempat kita yang tersembunyi sekalipun. Ia datang untuk meyakinkan kita akan adanya pengharapan, dan memberi kita kehidupan yang penuh dengan damai sejahtera.
Tinggalkan Balasan