Renungan Minggu, 10 Juli 2022
Setiap kali kita membaca teks perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati ini, kita secara otomatis akan berpikir tentang ajaran kasih yang dibawa oleh orang Samaria yang baik hati tersebut. Kasih adalah kata yang sangat jamak digunakan dalam kekristenan karena kasihlah yang menjadi tanda bahwa kita adalah murid Kristus, yaitu ketika kita saling mengasihi (Yohanes 13:35).
Namun sayangnya, karena kata kasih begitu sering dinyatakan dan diucapkan dalam doa dan dalam salam-salam kita, seringkali kasih itu sendiri menjadi sesuatu yang sekedar kata-kata. Pada kenyataannya pernyataan kasih jarang sekali diikuti dengan perbuatan yang menyatakan kasih dalam ketulusan.
Kasih yang tak berbatas, yang seharusnya dinyatakan oleh kita sebagai gerejanya menjelma sekadar menjadi kasih bagi diri dan kelompok sendiri atau menjadi kasih karena kepentingan. Berbagai teks dan narasi-narasi suci bahkan dapat dijadikan alasan dan dalih untuk merekayasa kasih menurut selera atau kepentingan kita.
Ketakutan, kekuatiran akan berbagai situasi politik dan budaya, berbagai kepentingan yang membarengi kehidupan gereja tidak jarang juga memberi sumbangsih yang besar terhadap tereduksinya kasih dalam praktek hidup bersama sesama manusia. Tak heran jika pada akhirnya semangat dan jiwa kasih itu terkerdilkan sekedar menjadi kasih bagi segelintir sesama kita.
Melalui bacaan kita hari ini kita akan kembali belajar arti kasih kepada sesama yang sekaligus juga menjadi tanda akan kasih kita kepada Tuhan. (Dian Penuntun Edisi 34).
Tinggalkan Balasan