Renungan Minggu, 26 Juli 2015
Tidak selalu nyambung. Itulah situasi yang seringkali terjadi ketika manusia hendak berpikir tentang, dan berelasi dengan Allah. Itu tidak berarti bahwa Allah tidak pernah sambung dengan manusia. Allah justru berupaya menyapa manusia dan segala ciptaan-Nya, oleh karena kasih-Nya yang berlimpah- ruah dan hebat. Dalam kasih karunia-Nya Allah terus menyatakan keselamatan kepada semua orang, baik kepada orang-orang Yahudi maupun orang-orang bukan Yahudi, baik kepada orang-orang baik maupun orang-orang jahat. Justru Dia mengutus Yesus Kristus, Anak-Nya, “bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Matius 9:13).
Terjadinya ketidaksinambungan antara manusia dan Allah menunjukkan realitas kehidupan manusia dalam memahami dan menyelami pikiran dan pekerjaan-pekerjaan Allah. Oleh karena itu, seperti Rasul Paulus, kita seharusnya berkata, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan?” (Roma 11:33-34).
Dengan menyadari realitas keterbatasan manusia, termasuk juga realitas keberdosaan manusia, serta mengalami dan menyelami kasih karunia Allah, kita seharusnya terdorong untuk sujud di hadapan Allah, datang kepada Allah dalam rasa hormat dan menaikkan pujian syukur bagi kemuliaan-Nya dengan sepenuh hati. Tidak hanya itu, karena kasih-Nya yang berlimpah-ruah dan hebat itu, kita pun seharusnya berdaya dalam menghadapi pergumulan dan tantangan hidup ini.
Tak ada yang mustahil bagi Allah untuk mewujudkan kehendak-Nya yang baik bagi orang yang mengasihi Dia. “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28) (Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan