Renungan Minggu, 18 November 2018
Banyak orang percaya yang beranggapan bahwa ketika dirinya mengikuti Kristus, maka pergumulan dan penderitaan hidup akan sirna dari dirinya; atau, paling tidak, berubah bobot dan intensitasnya, sehingga mudah diatasi. Apakah benar pemahaman dan keyakinan ini?
Apakah memang ada keistimewaan yang Tuhan berikan kepada para pengikut Kristus ketika dunia ini diperhadapkan pada pergumulan dan penderitaan akibat tingkah-polah manusia dan “kemarahan” alam karena keserakahan manusia? Bukankah ketika terjadi bencana, semua orang, tak peduli apa keyakinannya dan seberapa saleh diri orang itu, pasti akan mengalami akibatnya, terlepas dari perbedaan dampak atau kualitas akibatnya?
Inilah kenyataan yang kita dapati dalam hidup ini. Yang menarik, ketika kita berbicara tentang akhir zaman, maka kisah tersebut selalu menunjukkan atau menggambarkan hal yang sama dengan fakta (kenyataan) di atas. Baik kisah eskatologis Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, semuanya menggambarkan bahwa pengalaman pergumulan dan penderitaan umat percaya sama dengan pengalaman pergumulan dan penderitaan yang dialami oleh sesamanya.
Tidak ada keistimewaan yang didapatkan oleh umat percaya dalam menghadapi pergumulan dan penderitaan ini. Yang ada hanyalah panggilan untuk berani menghadapi kenyataan, serta setia dan bersandar pada kasih karunia Tuhan. Tentu kita akan bertanya, “ Kalau begitu, untuk apa kami mesti percaya dan setia kepada Tuhan? Apa yang kami dapatkan dari kepercayaan (iman) dan kesetiaan kami?”.
Justru inilah yang akan kita gumulkan dari refleksi terhadap kisah eskatologis dalam bacaan Injil dan Perjanjian Lama kita. Kita akan melihat makna dan manfaat dari kepercayaan dan kesetiaan kita kepada Tuhan ketika kita menghadapi pergumulan dan penderitaan hidup ini. Oleh karena itu, marilah kita mengeksplorasi teks-teks bacaan kita minggu ini. (Dian Penuntun Edisi 26).
Tinggalkan Balasan